C I N T A ..........



Tuhan.... Saat aku menyukai seorang teman Ingatkanlah aku bahwa akan ada sebuah akhir Sehingga aku tetap bersama Yang Tak Pernah Berakhir
Tuhan..... Ketika aku merindukan seorang kekasih Rindukanlah aku kepada yang rindu Cinta Sejati Mu Agar kerinduanku terhadap - Mu semakin menjadi
Tuhan....... Jika aku hendak mencintai seseorang Temukanlah aku dengan orang yang mencinatai - Mu Agar bertambah kuat cintaku pada - Mu
Tuhan...... Ketika aku sedang jatuh cinta Jagalah cinta itu Agar tidak melebihi cintaku pada - Mu Tuhan.... Ketika aku berucap aku cinta pada - Mu Biarlah kukatakan kepada yang hatinya tertaut pada - Mu Agar aku tak jatuh dalam cinta yang bukan karena - Mu Sebagaimana orang bijak berucap Mencintai seseorang bukanlah apa - apa Dicintai seseorang adalah sesuatu Dicintai oleh orang yang kau cintai sangatlah beratti Tapi dicintai oleh Sang Pencinta adalah segalanya

C I N T A ..........



Tuhan.... Saat aku menyukai seorang teman Ingatkanlah aku bahwa akan ada sebuah akhir Sehingga aku tetap bersama Yang Tak Pernah Berakhir Tuhan..... Ketika aku merindukan seorang kekasih Rindukanlah aku kepada yang rindu Cinta Sejati Mu Agar kerinduanku terhadap - Mu semakin menjadi
Tuhan....... Jika aku hendak mencintai seseorang Temukanlah aku dengan orang yang mencinatai - Mu Agar bertambah kuat cintaku pada - Mu
Tuhan...... Ketika aku sedang jatuh cinta Jagalah cinta itu Agar tidak melebihi cintaku pada - Mu Tuhan.... Ketika aku berucap aku cinta pada - Mu Biarlah kukatakan kepada yang hatinya tertaut pada - Mu Agar aku tak jatuh dalam cinta yang bukan karena - Mu Sebagaimana orang bijak berucap Mencintai seseorang bukanlah apa - apa Dicintai seseorang adalah sesuatu Dicintai oleh orang yang kau cintai sangatlah beratti Tapi dicintai oleh Sang Pencinta adalah segalanya

Peringatan Maulid Nabi shallallahu `alaihi Wasallam

a. Sejarah peringatan maulid:
Seluruh ulama sepakat bahwa maulid Nabi tidak pernah diperingati pada masa Nabi shallallahu `alaihi wasallam hidup dan tidak juga pada masa pemerintahan khulafaurrasyidin.
Lalu kapan dimulainya peringatan maulid Nabi dan siapa yang pertama kali mengadakannya?
Al Maqrizy (seorang ahli sejarah islam) dalam bukunya "Al khutath" menjelaskan bahwa maulid Nabi mulai diperingati pada abad IV Hijriyah oleh Dinasti Fathimiyyun di Mesir.
Dynasti Fathimiyyun mulai menguasai mesir pada tahun 362 H dengan raja pertamanya Al Muiz lidinillah, di awal tahun menaklukkan Mesir dia membuat enam perayaan hari lahir sekaligus; hari lahir ( maulid ) Nabi, hari lahir Ali bin Abi Thalib, hari lahir Fatimah, hari lahir Hasan, hari lahir Husein dan hari lahir raja yang berkuasa.
Kemudian pada tahun 487 H pada masa pemerintahan Al Afdhal peringatan enam hari lahir tersebut dihapuskan dan tidak diperingati, raja ini meninggal pada tahun 515 H.
Pada tahun 515 H dilantik Raja yang baru bergelar Al amir liahkamillah, dia menghidupkan kembali peringatan enam maulid tersebut, begitulah seterusnya peringatan maulid Nabi shallallahu `alaihi wasallam yang jatuh pada bulan Rabiul awal diperingati dari tahun ke tahun hingga zaman sekarang dan meluas hampir ke seluruh dunia.


b.Hakikat Dynasti Fathimiyyun:
Abu Syamah (ahli hadist dan tarikh wafat th 665 H) menjelaskan dalam bukunya "Raudhatain" bahwa raja pertama dinasti ini berasal dari Maroko dia bernama Said, setelah menaklukkan Mesir dia mengganti namanya menjadi Ubaidillah serta mengaku berasal dari keturunan Ali dan Fatimah dan pada akhirnya dia memakai gelar Al Mahdi. Akan tetapi para ahli nasab menjelaskan bahwa sesungguhnya dia berasal dari keturunan Al Qaddah beragama Majusi, pendapat lain menjelaskan bahwa dia adalah anak seorang Yahudi yang bekerja sebagai pandai besi di Syam.
Dinasti ini menganut paham Syiah Bathiniyah; diantara kesesatannya adalah bahwa para pengikutnya meyakini Al Mahdi sebagai tuhan pencipta dan pemberi rezki, setelah Al Mahdi mati anaknya yang menjadi raja selalu mengumandangkan kutukan terhadap Aisyah istri rasulullah shallallahu `alaihi wasallam di pasar-pasar.
Kesesatan dinasti ini tidak dibiarkan begitu saja, maka banyak ulama yang hidup di masa itu menjelaskan kepada umat akan diantaranya Al Ghazali menulis buku yang berjudul "Fadhaih bathiniyyah (borok aqidah Bathiniyyah)" dalam buku tersebut dalam bab ke delapan beliau menghukumi penganutnya telah kafir , murtad serta keluar dari agama islam.

c. Hukum perayaan maulid Nabi:
Sebenarnya, dengan mengetahui asal muasal perayaan maulid yang dibuat oleh sebuah kelompok sesat tidak perlu lagi dijelaskan tentang hukumnya. Karena saya yakin bahwa seorang muslim yang taat pasti tidak akan mau ikut merayakan perhelatan sesat ini.
Akan tetapi mengingat bahwa sebagian orang masih ragu akan kesesatan perhelatan ini maka dipandang perlu menjelaskan beberapa dalil ( argumen ) yang menyatakan haram hukumnya merayakan hari maulid Nabi shallallahu `alaihi wasallam.
Diantara dalilnya:
Allah taala berfirman:
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. (Q.S. Al Maidah: 3 ).
Ayat di atas menjelaskan bahwa agama islam telah sempurna tidak boleh ditambah dan dikurangi, maka orang yang mengadakan perayaan maulid Nabi yang dibuat setelah rasulullah shallallahu `alaihi wasallam wafat berarti menetang ayat ini dan menganggap agama belum sempurna masih perlu ditambah. Sungguh peringatan maulid bertentangan dengan ayat di atas.
Sabda Nabi shallallahu `alaihi wasallam :
( إِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ ) رواه أبو داود والترمذي
Hindarilah amalan yang tidak ku contohkan (bid`ah), karena setiap bid`ah menyesatkan”. HR. Abu Daud dan Tarmizi.
Peringatan maulid Nabi tidak pernah dicontohkan Nabi, berarti itu adalah bi'dah, dan setiap bi'dah adalah sesat, berarti maulid peringatan Nabi adalah perbuatan sesat.
Sabda Nabi shallallahu `alaihi wasallam :
(( مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ )) متفق عليه
وفي رواية لمسلم (( مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌ ))
“Siapa yang menghidupkan suatu amalan yang tidak ada dasarnya dalam dien kami, amalannya ditolak.” Muttafaq ’alaih
Dalam riwayat Muslim: “Siapa yang mengamalkan perbuatan yang tidak ada dasarnya dalam dien kami, amalannya ditolak.”
Dua hadist di atas menjelaskan bahwa setiap perbuatan yang tidak dicontoh Nabi tidak akan diterima di sisi Allah subhanahu wa ta'ala, dan peringatan maulid Nabi tidak dicontohkan oleh Nabi berarti peringatan maulid Nabi tidak diterima dan ditolak.
Sabda Nabi shallallahu `alaihi wasallam:
(( مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ )) رواه أبو داود
Barang siapa yang meniru tradisi suatu kaum maka dia adalah bagian dari kaum tersebut. HR. Abu Daud.
Tradisi peringatan hari lahir Nabi Muhammad meniru tradisi kaum Nasrani merayakan hari kelahiran Al Masih (disebut dengan hari natal) , maka orang yang melakukan peringatan hari kelahiran Nabi bagaikan bagian dari kaum Nasrani -wal 'iyazubillah-.
5. Peringatan maulid Nabi sering kita dengar dari para penganjurnya bahwa itu adalah perwujudan dari rasa cinta kepada Nabi. Saya tidak habis pikir bagaimana orang yang mengungkapkan rasa cintanya kepada Nabi dengan dengan cara melanggar perintahnya, karena Nabi telah melarang umatnya berbuat bidah. Ini laksana ungkapkan oleh seorang penyair:
لَوْ كَانَ حُبُّكَ صَادِقاً لَأَطَعْتَـهُ إِنَّ المُحِبَّلِمَنْ أَحَبَّ مُطِيْـعُ
Jikalau cintamu kepadanya tulus murni, niscaya engkau akan mentaatinya.
Karena sesungguhnya orang yang mencintai akan patuh terhadap orang yang dicintainya
6. Orang yang mengadakan perhelatan maulid Nabi yang tidak pernah diajarkan Nabi sesungguhnya dia telah menuduh Nabi telah berkhianat dan tidak menyampaikan seluruh risalah yang diembannya.
Imam Malik berkata," orang yang membuat suatu bidah dan dia menganggapnya adalah suatu perbuatan baik, pada hakikatnya dia telah menuduh Nabi berkhianat tidak menyampaikan risalah.
Setelah membaca artikel ini, berdoalah kepada Allah agar diberi hidayah untuk bisa menerima kebenaran dan diberi kekuatan untuk dapat mengamalkannya dan jangan terpedaya dengan banyaknya orang yang melakukannya seperti firman Allah:
Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah) (Q.S. Al An'aam: 116 ).
Abu Raihanah
*Dikutip dari: Makalah Sejarah Maulid, hukum dan pendapat ulama terhadapnya karya Nashir Moh. Al Hanin dan sumber lain.


Selamat jalan The 'Champion'

Wajah tirus Hani dengan kepala tak berambut sedikit bergerak. Mata cekung, dulu jenaka yang menyimpan banya keceriaan dan keoptimistisan, kini ia memandangku dan mengerjap dengan layu . Seakan-akan ada yang ingin diungkapkannya. Kuhampiri tubuh yang lemah itu, dan kugenggam tangannya.

"Ada apa, Han..?"

Suara tilawah Al Quran Mama terhenti ketika menyadari ada sesuatu yang diminta Hani.

"Kenapa, sayang..? Ada yang sakit?." Tanya mama dengan suara parau.

Sudah sekian hari, Mama memang banyak menangis untuk Hani. Di tiap-tiap malamnnya, Mama mengucurkan air mata, memohon kepada Allah, untuk mau mendengar "bargaining" di dalam doa-doa Mama. Agar Allah mau mengulur waktu untuk Hani sampai beberapa waktu saja. Mulut Hani bergerak-gerak, kudekatkan telingaku pada wajahnya, agar dapat menangkap apa yang diungkapkannya.

"Asy..ha..du alla..."

Tiba-tiba aku menyadari "waktu itu" sudah dekat. Ku menoleh pada Mama, ia seperti mengerti. Lalu Mama bergegas menuju pintu, memanggil Papa, dan Aria, adik iparku. Dua orang laki-laki, yang akan kehilangan orang yang dicintai itu, segera masuk dan menanti apa yang terjadi kemudian. Kupakaikan kerudung putih pada kepala tanpa rambut yang melemah itu. Kulakukan ini karena pesan terakhir Hani, jika "saatnya" tiba ia tidak mau dalam keadaan "telanjang" menghadap Allah. Papa tampak ikhlash, begitu juga Aria. Lalu Aria menyerahkan Umar, keponakanku yang belum genap satu tahun usianya, kepadaku.

"Tolong, Mbak..Biar saya yang menjaga dik Hani."

Umar tetap tertidur pulas, walaupun posisi gendongan berpindah, dia tidak terbangun sedikit pun. Bocah kecil sebelas bulan ini tak menyadari, bahwa sebentar lagi, ibunya akan segera meninggalkannya. Dokter Ruslan bergegas masuk untuk melakukan tugasnya sebagai dokter.

"Biarlah, dokter..Insya Allah Kami sudah ikhlash..". Suara tegar Papa berkata.

Dokter Ruslan mengangguk seraya berkata,

"Mudah-mudahan anak bapak diberi kemudahan oleh Allah.."

Perlahan-lahan, Aria membantu Hani membacakan syahadah di telinga Hani. Kemudian mulut Hani bergerak-gerak dengan mudah. Dan genggaman tangannya tampak mulai melemah. Ada butiran air mata yang bergulir dari matanya yang terpejam.

"Sakitkah adikku, sayang?", batinku dengan penglihatan kabur karena terhalang airmata. Aku menatap wajah Hani yang sedang bertarung melepas nyawa.

Nafas Hani satu-satu, jaraknya makin lama makin panjang. Papa dan Mama membaca syahadah berkali-kali. Dan akhirnya nafas Hani pun terhenti...

"Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun..."

*****

Hanifah, adikku, Hani begitulah dia dipanggil. Umurnya berbeda 4 tahun dariku. Tapi Hani, perawakannya yang tinggi, lagaknya yang tomboy serta rambutnya yang berpotongan pendek, membuat orang-orang sering salah terka. Mereka mengira Hani, cowok, jika melihatnya sepintas dari belakang. Aku teringat, teman-teman cowok sekampus meledekku ketika aku mengajak Hani hadir ke Baksos Mesjid kampus.

Mereka, yang relatif tahu aku adalah " Si jilbab galak", meledekku,

"Wah kemajuan nih, Adelina...Ternyata berani juga mengajak cowoknya ke kampus.."

Mendengar itu aku geli, tapi tidak demikian dengan Hani.

"Siapa yang berani ganggu Mbak Adelina?". Tanya Hani berbalik sewot menghadapi teman-teman cowokku yang iseng tadi.

Seketika mereka terpana, menyaksikan bahwa "cowok" Adelina adalah cewek manis yang tak kalah galak dari kakaknya.

Itulah Hanifah. Siapa pun 5 tahun lalu, tak akan mengira dia akan memakai jilbab. Hani menikah di usia muda, bahkan mempunyai anak.

Kami 3 bersaudara, Mas Ardi, aku, dan si bontot Hanifah. Karena pendidikan orang tuaku yang demokratis dan bijaksana, kami bersaudara sangat rukun dan saling sayang satu sama lain. Dan lebih dari itu, kami saling mempengaruhi satu sama lain. Ketika Mas Ardi harus kuliah di Bandung, aku dan Hani menangis, karena kehilangan "bodyguard" yang selalu mengantar kami kemana-mana. Hani memaksaku, agar tak ikut-ikutan pilih universitas yang harus meninggalkan rumah seperti Mas Ardi.

Setiap pulang, Mas Ardi selalu membawa banyak perubahan. Tahun pertama ketika aku SMA, Mas Ardi masih suka merokok di sela-sela menggambar tugas arsiteknya. Namun setelah itu, Mas Ardi lambat laun menghilangkan kebiasaan merokonya. Setiap pulang semesteran Mas Ardi banyak membawa majalah-majalah dan buku-buku Islam. Mas Ardi mulai mengajak kami, adik-adiknya, shalat berjamaah dan membaca Al Quran bersama di rumah. Alhamdulillah, pada saat itu aku berhasil masuk FE UI, sehingga tak perlu meninggalkan rumah seperti Mas Ardi. Setelah menjadi mahasiswi juga mungkin imbas yang kuat dari Mas Ardi, aku mulai mengenal Islam. Aku mulai mencari-cari untuk apa sebenarnya aku hidup. Dan, Alhamdulillah, aku menemukannya dalam aktivitas keislaman yang aku ikuti di kampus.

Namun yang aku heran, imbas tersebut tak mengenai Hani sama sekali. Hani tetap saja tomboy, dan malas jika aku ajak pergi ke pengajian. Walaupun demikian, Hani adalah adik kebanggaanku. Di antara lagaknya yang tomboy dan sikapnya yang manja di rumah Hani adalah juara kelas di sekolahnya, dan kapten di grup basketnya. Sifatnya yang tak ingin kalah dari orang lain, dan serius ketika menekuni sesuatu, membuat dia bisa menjadi sukses dalam bidang yang disenanginya, seperti pelajaran atau basket.

Aku masih ingat, ketika untuk pertama kalinya dia harus mendapat rangking ketiga di kelasnya. Hani menangis di kamar seharian. Tapi, yang ini juga sifat Hani yang membanggakan, Hani cepat bangkit dari keterpurukan. Dengan menyetel kaset grup Queen idolanya, yang berisikan lagu we are the champion, Hani membangunkan semangatnya sendiri, dan dia bisa ceria lagi keesokan harinya.

Hingga pada suatu hari, Hani menemukan hidayah itu... Di balik kegagahan dan ketomboyannya, aku tahu ada sebongkah hati yang tulus dan lembut. Dan itu terbukti ketika aku mengikutsertakan Hani ke kegiatan baksos di kampus untuk ketiga kalinya. Kala itu dia kelas 3 SMA. Hani masih tetap dengan rambut cepak, kaus t-shirt putih, dan celana jeans hitam kebangsaannya. Di baksos itu kami memang mengumpulkan baju-baju bekas untuk kaum tak punya. Hani memang punya banyak baju yang sudah tak dipakainya. Tapi sayang, baju-bajunya selalu dikelompokkan untuk bocah laki-laki.

Beberapa jilbab dan baju muslimah ku sisihkan khusus.

"Untuk siapa, Mbak..?" . Tanya Hani

"Ini untuk Mbok Siyem, yang jualan rokok di depan mesjid. Katanya anaknya yang SMP juga pakai jilbab.". Terangku

"Oooo.."Hani membundarkan mulutnya.

Baksos belum mulai ketika aku dan Hani tiba di depan mesjid kampus. Karena masih ada waktu aku bergegas menemui Mbok Siyem yang selalu mangkal di dekat masjid. Tapi aku terkejut ketika aku tak menemui Mbok Siyem seperti biasa. Hanya Ijah, anaknya, yang menunggui warung.

"Lo, Mbok Siyem kemana..?"Tanyaku pada Ijah.

Ijah, bocah kecil kelas dua SMP itu, menjawab,"Mbok sedang sakit. Dari kemarin muntah-muntah." Ijah tak tampak sedih, malah tampak biasa saja.

"Ini Mbak bawakan baju buat Ijah, kemarin-kemarin si Mbok wanti-wanti meminta untuk membawakannya untukmu." Wajah Ijah yang tadi tampak biasa-biasa saja, kini tampak haru. Ijah menangis.

"Mbok bilang, kalau Ijah sabar dan ikhlash dengan dua baju, pasti Allah akan memberikan lebih. Dan ternyata benar..." Katanya terisak, mengusap ingus yang keluar dengan jilbab coklatnya, yang ku ingat adalah pemberianku setahun lalu.

Setelah baksos selesai, kami menjenguk Mbok Siyem, yang bukan kepalang terkejut dengan kedatangan kami. Waktu itu Mbok Siyem kelihatan sehat, tak seperti orang sakit. Walau beberapa hari setelah itu Mbok Siyem meninggal dunia..

Peristiwa itu rupanya terpatri dalam di kalbu Hani. Sejak hari itu, Hani segera memakai kerudung. Tak ada yang menyuruh,tak ada yang meminta. Sehingga Mama melongo, melihat bontotnya menjadi feminin seketika. Lalu siapa yang sangka Hani menjadi akhwat seperti sekarang? Dulu dia memang senang basket, sampai poster Michael Jordan memenuhi tembok kamarnya. Dulu dia memang senang Queen, sampai tak ada lagu-lagunya yang tak dihapalnya. Tapi beberapa bulan setelah mengaji, Hani melepas semua poster-poster tersebut, dan mendepak kaset-kaset lagu hingar bingar itu. Walau aku tahu, Hani menangis semalaman untuk berpisah dengan segala hobi dan kesenangannya. Tapi itulah Hani, esok selalu disambutnya dengan penuh semangat menantang dan keoptimisan.

Dan perkembangannya yang luar biasa setelah aktif mengaji, sering membuat aku dan Mas Ardi terharu. Sampai puncaknya pernikahan Hani 4 tahun lalu...Papa marah, Mama kesal, karena Hani dianggap mendahului aku dan Mas Ardi. Apalagi Hani masih 19 tahun dan masih tingkat dua...! Namun Alhamdulillah berkat diplomasiku dan Mas Ardi, bahwa kami rela didahului, akhirnya Hani melangsungkan pernikahannya.

Hani, kehidupannya menggapai hidayah seperti berlari. Bahkan ketika Allah menentukan dia harus menderita leukimia di usia 21 tahun. Kegalauan keluarga kami untuk memberitahukan Hani atau tidak, bahwa sakit-sakit tulang yang sering Hani keluhkan bukanlah sakit biasa. Kesedihan kami yang luar biasa, karena mengetahui Hani tak akan lama bersama kami lagi, mengingat dokter sendiri berkata belum ada penyembuhan yang jitu untuk penyakit kanker yang satu ini.

Sehingga akhirnya keluarga kami bertekad untuk mengungkapkan secara jujur penyakit Hani. Ini pun karena ada sebab yang luar biasa. Hani ternyata hamil 4 bulan waktu itu. Aria datang memberitakan kabar gembira yang timingnya buruk itu kepada keluarga kami. Kami tak tahu, apakah harus menyambut kabar ini dengan senang atau bersedih. Karena melahirkan anak adalah hal yang tak mungkin bagi Hani, karena akan memperlemah kondisi Hani. Namun, saat itu tak ada yang bisa menyetop Hani. Bahkan ketika kami memberitahukan bahwa hamil dan melahirkan kemungkinan besar akan mempertaruhkan nyawanya. Hani bersikeras untuk hamil dan melahirkan.

"Mama juga waktu hamil kami bertiga tak pernah memikirkan keselamatan nyawa Mama sendiri bukan..? Ayolah, Ma.. Jangan larang Hani, tapi bantu Hani dengan doa, agar Hani diberi kekuatan dan kesehatan oleh Allah. Dan jika harus meninggal pun, Hani meninggal dalam keadaan syuhada bukan..? Tapi Ma, Pa, Hani ingin hidup, paling tidak sampai anak ini lahir.."

Dan Allah memang Maha Besar dan Maha Pengasih. Semangat dan keoptimisan Hani memberi bekas yang dalam kepada orang di sekelilingnya. Sejak kehamilan Hani, Mama dan Papa menjadi lebih banyak beribadah. Mama memakai jilbab, banyak membaca Al Quran. Begitu pula Papa, setiap Senin dan Kamis tak ada yang terlewat dengan shaum, juga tahajud. Bahkan aku pun menikah ketika Hani sedang rawat intensif di rumah sakit. Hani selalu berkata, ingin melihatku
menjadi mempelai sebelum dia menutup mata.

Dan Allah menjawab semua doa-doa dan harapan kami. Hani dapat melahirkan Umar dengan selamat, layaknya orang normal. Walau untuk itu Hani menghabiskan hampir seluruh waktunya di rumah sakit, dan kami selalu dibuat cemas akan keselamatan Hani sendiri.

Ya, dua tahun Hani berperang melawan leukimia. Tapi tak pernah terungkap dalam ucapannya, bahwa dia menyesali nasibnya karena harus menderita penyakit ini. Bahkan dia kerap berujar,

"Allah sayang kepada Hani, ya, Mbak...Sehingga Allah memberi batas waktu
yang jelas untuk Hani beraktifitas di dunia ini. Agar tak sia-sia..."

Ah, Hani sayang....

**************

Pekuburan sudah sepi, gundukan tanah merah di depanku mulai dibasahi oleh gerimis kecil yang turun satu-persatu. Kulihat isyarat lambaian tangan Mas Ardi yang berada di rombongan Mama, Papa, serta keluarga Aria mengajakku untuk pulang. Bang Irsyad, suamiku memberikan tangannya.

"Insya Allah Hani syahidah, De...Karena Hani begitu pasrah dan tawakal kepada Allah dengan penyakitnya."Hiburnya. Aku mengangguk.

Di tanganku ada setumpuk amplop yang ditujukan pada Umar. Surat dari Ibunya. Aku teringat percakapan kami 5 bulanan lalu.

"Ini sebagai hadiah buat Umar setiap umurnya bertambah satu tahun, Mbak... Aku persiapkan 15 surat, untuk Umar. Agar Umar selalu mendapat nasehat dariku walaupun aku sudah tak bisa menyaksikan Umar tumbuh sampai dia baligh dan mengerti. Aku titipkan pada Mbak Ade, ya..?". Hani menyerahkan tumpukan amplop itu padaku.
"Kenapa tak kau titipkan pada Aria, bukankah dia yang lebih berhak...?" Hani
tersenyum.

"Mas Aria harus mencari pengganti Hani untuk mendidik Umar, bukan..? Tentu tidak bijak kalau Mas Aria mengingat Hani terus, dan melupakan hal yang satu itu". Katanya diluar dugaan. Lalu,

"Mbak..., aku ingin Umar mempunyai sifat gabungan dari kita bertiga. Perhatian seperti Mas Ardi, tegas dan lembut seperti Mbak Ade, enerjik dan jenaka seperti ibunya..."

"Laa..Aria bagaimana, dong..?"tanyaku menahan geli...

"Iya ditambah ganteng dan shaleh seperti bapaknya.."tawanya jenaka.

Mataku kembali basah. Di detik-detik terakhir kehidupannya, Hani tak pernah menampakkan keputus asaan. Dia tetap optimis, bahwa Allah memberikannya penyakit sebagai ujian, maka dia harus lulus, dan bertawakal untuk jadi pemenangnya. Ya...Juara itu telah pergi, Syuhadah itu telah pergi, pergi tanpa beban dan tanpa keputus asaan. Pergi meninggalkan sebongkah kesan dan bekas cinta yang mendalam.

Selamat jalan the champion...

Maka cukuplah ISLAM yang menjadi Agamaku

Al-Maaidah:003

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالْدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلاَّ مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَأَن تَسْتَقْسِمُواْ بِالأَزْلاَمِ ذَلِكُمْ فِسْقٌ الْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِينَ كَفَرُواْ مِن دِينِكُمْ فَلاَ تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِيناً فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِّإِثْمٍ فَإِنَّ اللّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni`mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Al-Baqarah:132

وَوَصَّى بِهَا إِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ يَا بَنِيَّ إِنَّ اللّهَ اصْطَفَى لَكُمُ الدِّينَ فَلاَ تَمُوتُنَّ إَلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ

Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya`qub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam".

Al-Baqarah:142

سَيَقُولُ السُّفَهَاء مِنَ النَّاسِ مَا وَلاَّهُمْ عَن قِبْلَتِهِمُ الَّتِي كَانُواْ عَلَيْهَا قُل لِّلّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ يَهْدِي مَن يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ

Orang-orang yang kurang akalnya diantara manusia akan berkata: "Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?" Katakanlah: "Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; Dia memberei petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus ".

Al-Baqarah:143

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطاً لِّتَكُونُواْ شُهَدَاء عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيداً وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِي كُنتَ عَلَيْهَا إِلاَّ لِنَعْلَمَ مَن يَتَّبِعُ الرَّسُولَ مِمَّن يَنقَلِبُ عَلَى عَقِبَيْهِ وَإِن كَانَتْ لَكَبِيرَةً إِلاَّ عَلَى الَّذِينَ هَدَى اللّهُ وَمَا كَانَ اللّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ إِنَّ اللّهَ بِالنَّاسِ لَرَؤُوفٌ رَّحِيمٌ

Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia

Al-Baqarah:208

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ ادْخُلُواْ فِي السِّلْمِ كَآفَّةً وَلاَ تَتَّبِعُواْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ

Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.

Al-Baqarah:256

لاَ إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَد تَّبَيَّنَ الرُّشْدمِنَ الْغَيِّ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِن بِاللّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَىَ لاَ انفِصَامَ لَهَا وَاللّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Ali-`Imraan:019

إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللّهِ الإِسْلاَمُ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوْتُواْ الْكِتَابَ إِلاَّ مِن بَعْدِ مَا جَاءهُمُ الْعِلْمُ بَغْياً بَيْنَهُمْ وَمَن يَكْفُرْ بِآيَاتِ اللّهِ فَإِنَّ اللّهِ سَرِيعُ الْحِسَابِ

Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.

Ali-`Imraan:020

فَإنْ حَآجُّوكَ فَقُلْ أَسْلَمْتُ وَجْهِيَ لِلّهِ وَمَنِ اتَّبَعَنِ وَقُل لِّلَّذِينَ أُوْتُواْ الْكِتَابَ وَالأُمِّيِّينَ أَأَسْلَمْتُمْ فَإِنْ أَسْلَمُواْ فَقَدِ اهْتَدَواْ وَّإِن تَوَلَّوْاْ فَإِنَّمَا عَلَيْكَ الْبَلاَغُ وَاللّهُ بَصِيرٌ بِالْعِبَادِ

Kemudian jika mereka mendebat kamu (tentang kebenaran Islam), maka katakanlah: "Aku menyerahkan diriku kepada Allah dan (demikian pula) orang-orang yang mengikutiku". Dan katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi Al Kitab dan kepada orang-orang yang ummi: "Apakah kamu (mau) masuk Islam". Jika mereka masuk Islam, sesungguhnya mereka telah mendapat petunjuk, dan jika mereka berpaling, maka kewajiban kamu hanyalah menyampaikan (ayat-ayat Allah). Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.

Ali-`Imraan:080

وَلاَ يَأْمُرَكُمْ أَن تَتَّخِذُواْ الْمَلاَئِكَةَ وَالنِّبِيِّيْنَ أَرْبَاباً أَيَأْمُرُكُم بِالْكُفْرِ بَعْدَ إِذْ أَنتُم مُّسْلِمُونَ

dan (tidak wajar pula baginya) menyuruhmu menjadikan malaikat dan para nabi sebagai tuhan. Apakah (patut) dia menyuruhmu berbuat kekafiran di waktu kamu sudah (menganut agama) Islam?"

Ali-`Imraan:085

وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلاَمِ دِيناً فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.

Ali-`Imraan:102

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.



Al-Maaidah:005

الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَابَ حِلٌّ لَّكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلُّ لَّهُمْ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَابَ مِن قَبْلِكُمْ إِذَا آتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ وَلاَ مُتَّخِذِي أَخْدَانٍ وَمَن يَكْفُرْ بِالإِيمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (Dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi.

Al-An`aam:125

فَمَن يُرِدِ اللّهُ أَن يَهْدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلإِسْلاَمِ وَمَن يُرِدْ أَن يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقاً حَرَجاً كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاء كَذَلِكَ يَجْعَلُ اللّهُ الرِّجْسَ عَلَى الَّذِينَ لاَ يُؤْمِنُونَ

Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.

Al-Anfaal:008

لِيُحِقَّ الْحَقَّ وَيُبْطِلَ الْبَاطِلَ وَلَوْ كَرِهَ الْمُجْرِمُونَ

agar Allah menetapkan yang hak (Islam) dan membatalkan yang batil (syirik) walaupun orang-orang yang berdosa (musyrik) itu tidak menyukainya.

At-Taubah:074

يَحْلِفُونَ بِاللّهِ مَا قَالُواْ وَلَقَدْ قَالُواْ كَلِمَةَ الْكُفْرِ وَكَفَرُواْ بَعْدَ إِسْلاَمِهِمْ وَهَمُّواْ بِمَا لَمْ يَنَالُواْ وَمَا نَقَمُواْ إِلاَّ أَنْ أَغْنَاهُمُ اللّهُ وَرَسُولُهُ مِن فَضْلِهِ فَإِن يَتُوبُواْ يَكُ خَيْراً لَّهُمْ وَإِن يَتَوَلَّوْا يُعَذِّبْهُمُ اللّهُ عَذَاباً أَلِيماً فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَمَا لَهُمْ فِي الأَرْضِ مِن وَلِيٍّ وَلاَ نَصِيرٍ

Mereka (orang-orang munafik itu) bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa mereka tidak mengatakan (sesuatu yang menyakitimu). Sesungguhnya mereka telah mengucapkan perkataan kekafiran, dan telah menjadi kafir sesudah Islam dan mengingini apa yang mereka tidak dapat mencapainya, dan mereka tidak mencela (Allah dan Rasul-Nya), kecuali karena Allah dan Rasul-Nya telah melimpahkan karunia-Nya kepada mereka. Maka jika mereka bertaubat, itu adalah lebih baik bagi mereka, dan jika mereka berpaling, niscaya Allah akan mengazab mereka dengan azab yang pedih di dunia dan akhirat; dan mereka sekali-kali tidaklah mempunyai pelindung dan tidak (pula) penolong di muka bumi.

At-Taubah:100

وَالسَّابِقُونَ الأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ رَّضِيَ اللّهُ عَنْهُمْ وَرَضُواْ عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَداً ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.

Yunus:025

وَاللّهُ يَدْعُو إِلَى دَارِ السَّلاَمِ وَيَهْدِي مَن يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ

Allah menyeru (manusia) ke Darussalam (surga), dan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus (Islam).

Yusuf:101

رَبِّ قَدْ آتَيْتَنِي مِنَ الْمُلْكِ وَعَلَّمْتَنِي مِن تَأْوِيلِ الأَحَادِيثِ فَاطِرَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ أَنتَ وَلِيِّي فِي الدُّنُيَا وَالآخِرَةِ تَوَفَّنِي مُسْلِماً وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ

Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebahagian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebahagian ta`bir mimpi. (Ya Tuhan) Pencipta langit dan bumi. Engkaulah Pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh.

An-Nuur:031

وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاء بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاء بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُوْلِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاء وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِن زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعاً أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.

An-Naml:043

وَصَدَّهَا مَا كَانَت تَّعْبُدُ مِن دُونِ اللَّهِ إِنَّهَا كَانَتْ مِن قَوْمٍ كَافِرِينَ

Dan apa yang disembahnya selama ini selain Allah, mencegahnya (untuk melahirkan keislamannya), karena sesungguhnya dia dahulunya termasuk orang-orang yang kafir.



Ar-Ruum:043

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ الْقَيِّمِ مِن قَبْلِ أَن يَأْتِيَ يَوْمٌ لَّا مَرَدَّ لَهُ مِنَ اللَّهِ يَوْمَئِذٍ يَصَّدَّعُونَ

Oleh karena itu, hadapkanlah wajahmu kepada agama yang lurus (Islam) sebelum datang dari Allah suatu hari yang tidak dapat ditolak (kedatangannya): pada hari itu mereka terpisah-pisah

Az-Zumar:022

أَفَمَن شَرَحَ اللَّهُ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ فَهُوَ عَلَى نُورٍ مِّن رَّبِّهِ فَوَيْلٌ لِّلْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُم مِّن ذِكْرِ اللَّهِ أُوْلَئِكَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ

Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.

Al-Fath:016

قُل لِّلْمُخَلَّفِينَ مِنَ الْأَعْرَابِ سَتُدْعَوْنَ إِلَى قَوْمٍ أُوْلِي بَأْسٍ شَدِيدٍ تُقَاتِلُونَهُمْ أَوْ يُسْلِمُونَ فَإِن تُطِيعُوا يُؤْتِكُمُ اللَّهُ أَجْراً حَسَناً وَإِن تَتَوَلَّوْا كَمَا تَوَلَّيْتُم مِّن قَبْلُ يُعَذِّبْكُمْ عَذَاباً أَلِيماً

Katakanlah kepada orang-orang Badwi yang tertinggal: "Kamu akan diajak untuk (memerangi) kaum yang mempunyai kekuatan yang besar, kamu akan memerangi mereka atau mereka menyerah (masuk Islam). Maka jika kamu patuhi (ajakan itu) niscaya Allah akan memberikan kepadamu pahala yang baik dan jika kamu berpaling sebagaimana kamu telah berpaling sebelumnya, niscaya Dia akan mengazab kamu dengan azab yang pedih".

Al-Hujuraat:017

يَمُنُّونَ عَلَيْكَ أَنْ أَسْلَمُوا قُل لَّا تَمُنُّوا عَلَيَّ إِسْلَامَكُم بَلِ اللَّهُ يَمُنُّ عَلَيْكُمْ أَنْ هَدَاكُمْ لِلْإِيمَانِ إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ

Mereka merasa telah memberi ni`mat kepadamu dengan keislaman mereka. Katakanlah: "Janganlah kamu merasa telah memberi ni`mat kepadaku dengan keislamanmu, sebenarnya Allah, Dialah yang melimpahkan ni`mat kepadamu dengan menunjuki kamu kepada keimanan jika kamu adalah orang-orang yang benar."

Ash-Shaaf:007

وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ وَهُوَ يُدْعَى إِلَى الْإِسْلَامِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan dusta terhadap Allah sedang dia diajak kepada Islam? Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zalim.

Al-Qalam:035

أَفَنَجْعَلُ الْمُسْلِمِينَ كَالْمُجْرِمِينَ

Maka apakah patut Kami menjadikan orang-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa (orang kafir) ?

Al-Jin:016

وَأَلَّوِ اسْتَقَامُوا عَلَى الطَّرِيقَةِ لَأَسْقَيْنَاهُم مَّاء غَدَقاً

Dan bahwasanya: jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezki yang banyak).



Ar-Ruum:043

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ الْقَيِّمِ مِن قَبْلِ أَن يَأْتِيَ يَوْمٌ لَّا مَرَدَّ لَهُ مِنَ اللَّهِ يَوْمَئِذٍ يَصَّدَّعُونَ

Oleh karena itu, hadapkanlah wajahmu kepada agama yang lurus (Islam) sebelum datang dari Allah suatu hari yang tidak dapat ditolak (kedatangannya): pada hari itu mereka terpisah-pisah

Az-Zumar:022

أَفَمَن شَرَحَ اللَّهُ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ فَهُوَ عَلَى نُورٍ مِّن رَّبِّهِ فَوَيْلٌ لِّلْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُم مِّن ذِكْرِ اللَّهِ أُوْلَئِكَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ

Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.

Al-Fath:016

قُل لِّلْمُخَلَّفِينَ مِنَ الْأَعْرَابِ سَتُدْعَوْنَ إِلَى قَوْمٍ أُوْلِي بَأْسٍ شَدِيدٍ تُقَاتِلُونَهُمْ أَوْ يُسْلِمُونَ فَإِن تُطِيعُوا يُؤْتِكُمُ اللَّهُ أَجْراً حَسَناً وَإِن تَتَوَلَّوْا كَمَا تَوَلَّيْتُم مِّن قَبْلُ يُعَذِّبْكُمْ عَذَاباً أَلِيماً

Katakanlah kepada orang-orang Badwi yang tertinggal: "Kamu akan diajak untuk (memerangi) kaum yang mempunyai kekuatan yang besar, kamu akan memerangi mereka atau mereka menyerah (masuk Islam). Maka jika kamu patuhi (ajakan itu) niscaya Allah akan memberikan kepadamu pahala yang baik dan jika kamu berpaling sebagaimana kamu telah berpaling sebelumnya, niscaya Dia akan mengazab kamu dengan azab yang pedih".

Al-Hujuraat:017

يَمُنُّونَ عَلَيْكَ أَنْ أَسْلَمُوا قُل لَّا تَمُنُّوا عَلَيَّ إِسْلَامَكُم بَلِ اللَّهُ يَمُنُّ عَلَيْكُمْ أَنْ هَدَاكُمْ لِلْإِيمَانِ إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ

Mereka merasa telah memberi ni`mat kepadamu dengan keislaman mereka. Katakanlah: "Janganlah kamu merasa telah memberi ni`mat kepadaku dengan keislamanmu, sebenarnya Allah, Dialah yang melimpahkan ni`mat kepadamu dengan menunjuki kamu kepada keimanan jika kamu adalah orang-orang yang benar."

Ash-Shaaf:007

وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ وَهُوَ يُدْعَى إِلَى الْإِسْلَامِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan dusta terhadap Allah sedang dia diajak kepada Islam? Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zalim.

Al-Qalam:035

أَفَنَجْعَلُ الْمُسْلِمِينَ كَالْمُجْرِمِينَ

Maka apakah patut Kami menjadikan orng-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa (orang kafir)?

Al-Jin:016

وَأَلَّوِ اسْتَقَامُوا عَلَى الطَّرِيقَةِ لَأَسْقَيْنَاهُم مَّاء غَدَقاً

Dan bahwasanya: jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezki yang banyak).

Penemuan Meteorologi dalam Al Quran

Oleh Mariam Rashid

Tatkala Rasulullah SAW mengorak langkah untuk menyebarkan dakwah secara terbuka, orang-orang musyrikin Quraisy menuduh baginda yang mencipta ayat-ayat Al-Quran. Jika difikirkan secara logik, Rasulullah SAW adalah seorang yang buta huruf.

Tambahan pula, sepanjang hayat baginda menetap di jazirah Arab yang mengalami purata hujan tahunan yang amat rendah. Bagaimanakah baginda tahu-menahu tentang gumpalan awan seperti gunung serta pembentukan ketulan ais akibat proses pengumpulan awan?

Sudah tentu terdapat ‘penyampai’ yang menitip maklumat kepada Rasulullah SAW perihal suasana di atmosfera dan cakerawala. ‘Penyampai’ yang dimaksudkan adalah malaikat Jibrail yang mula membawa wahyu, tanggal 6 Ogos (17 Ramadan) tahun 610 Masihi.

Ini membuktikan bahawa Al-Quran bukanlah suatu kitab ketinggalan zaman yang perlu diubah mengikut perkembangan semasa kerana pelbagai bidang sains seperti astronomi, kosmologi, oseanografi mahupun zoologi sudah pun termaktub di dalamnya.

Saintis Barat seperti Luke Howard, Francis Beaufort, Cleveland Abbe dan Vilhelm Bjerknes terkial-kial membuat kajian tentang meteorologi sejak 300 tahun lepas, ilmu tersebut sudah pun termaktub dalam Al- Quran sejak 1400 tahun dahulu.

Meteorologi merupakan kajian saintifik tentang atmosfera dan pelbagai proses yang berlaku di dalamnya. Apabila disebut meteorologi, sudah pasti masih ramai yang tidak tahu maksud istilah tersebut berbanding “ramalan cuaca”.

Setelah kajian dilaksanakan oleh stesen kaji cuaca dengan bantuan satelit dan beberapa perkakasan canggih, barulah ramalan cuaca dikeluarkan. Berapakah peratus daripada penonton televisyen yang memberi perhatian terhadap segmen ramalan cuaca yang disiarkan di dalam rancangan televisyen atau radio setiap hari?

Di Malaysia, meteorologi tidak begitu menonjol jika dibandingkan dengan cabang ilmu sains yang lain. Hakikatnya, bertitik tolak dari meteorologi, ia menghasilkan pelbagai kajian sains seperti climatology (kajian tentang iklim), hidrologi, strata vegetasi, botani, zoologi dan biogeografi.

Allah SWT telah mencipta air yang berupaya wujud dalam tiga fasa pada masa yang sama iaitu pepejal, cecair dan gas. Ciri unik ini menghasilkan pelbagai bentuk kehidupan di eko sistem daratan mahupun akuatik. Selain daripada air, parameter seperti keamatan cahaya, suhu, arah pergerakan angin, radiasi elektro magnetik dan tekanan udara turut diambil kira.

Tahukah anda bahawa terdapat beberapa ayat Quran yang memberi gambaran tentang meteorologi? Rujuklah kepada : Surah Al Araaf (7: 57), An Nahl (16: 65), Al Mukminun (23: 18), An-Nur (24: 43), Al Furqaan (25: 48-50), Ar Rum (30: 48), As-Sajdah (32: 27), Fushshilat (41: 39) dan Al Mulk (67: 30).
Kesemua ayat-ayat tersebut adalah di bawah kategori ayat Makiyah kecuali An-Nur (24: 43) merupakan ayat Madaniyah. Surah Ar Rum (30: 48) yang membawa maksud: “Allah, Dialah yang mengirimkan angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal, lalu kamu lihat hujan keluar dari celah-celahnya, maka apabila hujan itu turun pada hamba-hamba yang dikehendaki-Nya, tiba-tiba mereka menjadi gembira.”

Jika diteliti ayat di atas, terdapat beberapa proses yang berlaku di dalam atmosfera sebelum hujan turun: Awan Bergerak (Dengan Bantuan Angin) –> Awan Membentang –> Awan Bergumpal –> Hujan Turun.

Surah An-Nur (24: 43) yang membawa maksud: Tidakkah kamu melihat bahawa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bahagian-bahagian)nya, kemudian menjadikan bertindih-tindih, maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah juga menurunkan (butiran-butiran) ais dari langit, iaitu dari gumpalan-gumpalan awan seperti gunung-gunung, maka ditimpakan-Nya butiran ais kepada sesiapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan dari sesiapa yang dikehendaki-Nya.

Terdapat sedikit perbezaan di antara ayat pertama dan kedua, diringkaskan seperti berikut: Awan Bergerak –> Awan Berkumpul–> Awan Bergumpal/bertindih –> Hujan/butiran Ais Turun.
Surah Ar-Rum (30: 48) menggambarkan tentang klasifikasi awan manakala An-Nur (24: 43) menerangkan tentang proses kerpasan (precipitation).

Ahli-ahli meteorologi telah merumuskan bahawa awan terbahagi kepada dua kategori:
i) Awan membentang: sirus, sirokumulus, altokumulus, altostratus, stratus dan stratokumulus
ii) Awan bergumpal: kumulonimbus, kumulus dan nimbostratus

Awan kumulus tidak bertahan lama. Apabila angin kuat yang mengandungi udara lembap bergerak ke atas, ia akan membentuk awan kumulonimbus yang membawa hujan lebat, petir dan guruh. Awan jenis ini kadangkala mempunyai bahagian atas dan bawah yang leper.

Jika angin bertiup kencang, bahagian atas akan membentuk satu lapisan awan yang dikenali sebagai stratokumulus.Awan stratus terbentuk apabila satu lapisan udara disejukkan pada titik tepu. Selain daripada kumulonimbus, nimbostratus turut ditakuti oleh manusia kerana membawa hujan bagi jangkamasa yang lama. Lantaran itu, ia menyebabkan tanah runtuh, jalan raya merekah serta banjir yang lambat surut.

Kerpasan berlaku ketika titisan air atau hablur ais menjadi cukup berat dalam gumpalan awan dan udara tidak berdaya lagi untuk menghalangnya daripada jatuh ke bumi. Fenomena ini boleh diklasifikasikan kepada dua kategori:
i) bentuk cecair: hujan dan gerimis
ii) hablur ais: salji, hujan beku (freezing rain), untal ais (ice pellets) dan hujan batu (hail)
Hujan beku adalah air hujan yang akan membeku apabila jatuh ke bumi manakala hujan batu terdiri daripada ketulan ais yang mungkin mencapai saiz bola golf. Yang pasti kedua-dua jenis hujan ini membawa kemusnahan kepada tanaman ladang, menumbangkan pokok, merosakkan pencawang elektrik serta bumbung rumah.
Firman Allah SWT dalam Surah Al Mukminun (23: 18): Dan Kami turunkan air dari langit menurut suatu ukuran, lalu Kami jadikan air itu menetap di bumi dan sesungguhnya Kami benar berkuasa menghilangkannya.

Ada pihak yang merujuk istilah ‘suatu ukuran’ atau ‘biqadarin’ (Bahasa Arab) kepada air yang meliputi kira-kira 71% daripada permukaan bumi. Tafsiran itu tidak salah dan boleh diterima tetapi ‘biqadarin’ perlu dilihat dari sudut lain iaitu:

1. Saiz (diameter) titisan air hujan dan hablur ais yang turun akibat kerpasan

- Gerimis adalah titisan air yang berdiameter 0.2-0.5 mm, berasal dari awan stratus. Kedudukan stratus yang rendah membatasi titisan air daripada membesar akibat proses perlanggaran sesama sendiri.

- Titisan air hujan berasal dari nimbostratus berukuran berdiameter 1-2 mm sementara titisan dari kumulonimbus berdiameter 3-6 mm.

- Untal ais adalah partikel berwarna putih dalam bentuk kon atau sfera, berdiameter 1-5 mm. Ia terbentuk apabila itisan air dalam awan berada pada suhu -10C (14F) hingga -20C (-4F).

- Hujan batu (hail) terbentuk ketika hujan lebat, diikuti dengan angin kencang. Proses perolakan angin menolak butiran ais ke arah atas, kembali ke lapisan atas dan tengah awan kumulonimbus. Butiran ais menjadi besar setelah bergabung dengan titisan air.

2. Ukuran purata air hujan yang turun di pelbagai tempat
- Di Lembah Amazon dan Lembah Congo, purata hujan tahunan adalah melebihi 250 sm. Di Pulau Madagascar dan Gunung Kilimanjaro, purata hujan tahunan adalah di antara 50 - 100 sm manakala di Gurun Gobi dan Gurun Great Victoria, purata hujan tahunan hanya mencecah 25sm.

Dengan wujudnya pelbagai purata hujan tahunan serata dunia, maka terbentuklah tujuh kumpulan iklim: Tropika Lembap, Kering, Subtropika, Temperat, Boreal, Kutub dan Tanah Tinggi.

Firman Allah dalam Surah as-Sajdah (32: 27): “Dan apakah mereka tidak memerhatikan bahawa Kami menghalau awan yang mengandungi air ke bumi yang tandus, lalu Kami tumbuhkan dengan air hujan itu dengan tanaman yang menjadi sumber makanan binatang ternakan dan mereka sendiri. Maka apakah mereka tidak memerhatikan?”

Ayat di atas menggambarkan satu rantai makanan (food chain) yang ringkas: Air Hujan –> Tumbuh-tumbuhan
(Autotrof) –> Haiwan (Heterotrof)

Autotrof atau pengeluar, membuat makanan sendiri melalui proses fotosintesis. Haiwan tidak boleh menjadi autotrof kerana ia tidak boleh membuat makanan sendiri. Heterotrof yang terdiri daripada herbivor, karnivor dan omnivor memerlukan autotrof untuk meneruskan kelangsungan hidup.

Semakin tinggi purata hujan tahunan bagi suatu kawasan, maka rantai makanan menjadi lebih kompleks. Dua jenis biogeografi dipilih sebagai perbandingan:

(a) Hutan Amazon dan Kalimantan: berhampiran dengan garis Khatulistiwa (hutan hujan tropika).

Kawasan ini mendapat cahaya matahari sepanjang tahun dan purata hujan tahunan melebihi 250 sm. Oleh itu, kepelbagaian spesies flora dan fauna adalah tinggi, rantai makanan menjadi lebih kompleks, berubah menjadi jaringan makanan. Lebih banyak kitaran biogeokimia berlaku untuk memberi keseimbangan gas dan nutrient, antara organisma dan persekitaran. Misalnya kitaran karbon, kitaran nitrogen, fosforus dan sulfur.

(b) Siberia dan Alaska: berhampiran dengan Kutub Utara (tundra).

Kawasan ini pula memperoleh cahaya matahari enam bulan sekali dan purata hujan tahunan kurang daripada 25 sm. Lantaran itu, kepelbagaian spesies flora dan fauna adalah rendah, rantai makanan adalah ringkas. Semasa musim panas dan lapisan air mencair, beberapa spesies bunga-bunga kecil, rumput dan herba akan kelihatan.

Apa yang jelas, Quran bukannya diturunkan untuk satu umat atau satu abad, tetapi untuk seluruh umat manusia sehingga hari Kiamat kelak. Bagi sesetengah pihak yang menuduh kandungan Quran tidak sesuai diamalkan pada zaman sekarang adalah mereka yang tidak mengkaji Quran secara menyeluruh. Golongan pemikiran cetek dan dangkal ini hanya mengkaji dan mentafsir ayat-ayat yang tertentu sahaja.

Pacaran Dalam Pandangan Islam

a. Islam Mengakui Rasa Cinta

Islam mengakui adanya rasa cinta yang ada dalam diri manusia. Ketika seseorang memiliki rasa cinta, maka hal itu adalah anugerah Yang Kuasa. Termasuk rasa cinta kepada wanita (lawan jenis) dan lain-lainnya.

“Dijadikan indah pada manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik .”(QS. Ali Imran :14).



Khusus kepada wanita, Islam menganjurkan untuk mengejwantahkan rasa cinta itu dengan perlakuan yang baik, bijaksana, jujur, ramah dan yang paling penting dari semau itu adalah penuh dengan tanggung-jawab. Sehingga bila seseorang mencintai wanita, maka menjadi kewajibannya untuk memperlakukannya dengan cara yang paling baik.

Rasulullah SAW bersabda,”Orang yang paling baik diantara kamu adalah orang yang paling baik terhadap pasangannya (istrinya). Dan aku adalah orang yang paling baik terhadap istriku”.

b. Cinta Kepada Lain Jenis Hanya Ada Dalam Wujud Ikatan Formal

Namun dalam konsep Islam, cinta kepada lain jenis itu hanya dibenarkan manakala ikatan di antara mereka berdua sudah jelas. Sebelum adanya ikatan itu, maka pada hakikatnya bukan sebuah cinta, melainkan nafsu syahwat dan ketertarikan sesaat.

Sebab cinta dalam pandangan Islam adalah sebuah tanggung jawab yang tidak mungkin sekedar diucapkan atau digoreskan di atas kertas surat cinta belaka. Atau janji muluk-muluk lewat SMS, chatting dan sejenisnya. Tapi cinta sejati haruslah berbentuk ikrar dan pernyataan tanggung-jawab yang disaksikan oleh orang banyak.

Bahkan lebih ‘keren’nya, ucapan janji itu tidaklah ditujukan kepada pasangan, melainkan kepada ayah kandung wanita itu. Maka seorang laki-laki yang bertanggung-jawab akan berikrar dan melakukan ikatan untuk menjadikan wanita itu sebagai orang yang menjadi pendamping hidupnya, mencukupi seluruh kebutuhan hidupnya dan menjadi `pelindung` dan ‘pengayomnya`. Bahkan `mengambil alih` kepemimpinannya dari bahu sang ayah ke atas bahunya.

Dengan ikatan itu, jadilah seorang laki-laki itu `the real gentleman`. Karena dia telah menjadi suami dari seorang wnaita. Dan hanya ikatan inilah yang bisa memastikan apakah seorang laki-laki itu betul serorang gentlemen atau sekedar kelas laki-laki iseng tanpa nyali. Beraninya hanya menikmati sensasi seksual, tapi tidak siap menjadi the real man.

Dalam Islam, hanya hubungan suami istri sajalah yang membolehkan terjadinya kontak-kontak yang mengarah kepada birahi. Baik itu sentuhan, pegangan, cium dan juga seks. Sedangkan di luar nikah, Islam tidak pernah membenarkan semua itu. Kecuali memang ada hubungan `mahram` (keharaman untuk menikahi). Akhlaq ini sebenarnya bukan hanya monopoli agama Islam saja, tapi hampir semua agama mengharamkan perzinaan. Apalagi agama Kristen yang dulunya adalah agama Islam juga, namun karena terjadi penyimpangan besar sampai masalah sendi yang paling pokok, akhirnya tidak pernah terdengar kejelasan agama ini mengharamkan zina dan perbuatan yang menyerampet kesana.

Sedangkan pemandangan yang lihat dimana ada orang Islam yang melakukan praktek pacaran dengan pegang-pegangan, ini menunjukkan bahwa umumnya manusia memang telah terlalu jauh dari agama. Karena praktek itu bukan hanya terjadi pada masyarakat Islam yang nota bene masih sangat kental dengan keaslian agamanya, tapi masyakat dunia ini memang benar-benar telah dilanda degradasi agama.

Barat yang mayoritas nasrani justru merupakan sumber dari hedonisme dan permisifisme ini. Sehingga kalau pemandangan buruk itu terjadi juga pada sebagian pemuda-pemudi Islam, tentu kita tidak melihat dari satu sudut pandang saja. Tapi lihatlah bahwa kemerosotan moral ini juga terjadi pada agama lain, bahkan justru lebih parah.

c. Pacaran Bukan Cinta
Melihat kecenderungan aktifitas pasangan muda yang berpacaran, sesungguhnya sangat sulit untuk mengatakan bahwa pacaran itu adalah media untuk saling mencinta satu sama lain. Sebab sebuah cinta sejati tidak berentu sebuah perkenalan singkat, misalnya dengan bertemu di suatu kesempatan tertentu lalu saling bertelepon, tukar menukar SMS, chatting dan diteruskan dengan janji bertemua langsung.

Semua bentuk aktifitas itu sebenarnya bukanlah aktifitas cinta, sebab yang terjadi adalah kencan dan bersenang-senang. Sama sekali tidak ada ikatan formal yang resmi dan diakui. Juga tidak ada ikatan tanggung-jawab antara mereka. Bahkan tidak ada ketentuan tentang kesetiaan dan seterusnya.

Padahal cinta itu memiliki, tanggung-jawab, ikatan syah dan sebuah harga kesetiaan. Dalam format pacaran, semua instrumen itu tidak terdapat, sehingga jelas sekali bahwa pacaran itu sangat berbeda dengan cinta.

d. Pacaran Bukanlah Penjajakan / Perkenalan
Bahkan kalau pun pacaran itu dianggap sebagai sarana untuk saling melakukan penjajakan, perkenalan atau mencari titik temu antara kedua calon suami istri, bukanlah anggapan yang benar. Sebab penjajagan itu tidak adil dan kurang memberikan gambaran sesungguhnya dari data yang diperlukan dalam sebuah persiapan pernikahan.

Dalam format mencari pasangan hidup, Islam telah memberikan panduan yang jelas tentang apa saja yang perlu diperhitungkan. Misalnya sabda Rasulullah SAW tentang 4 kriteria yang terkenal itu.

Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW berdabda,”Wanita itu dinikahi karena 4 hal : [1] hartanya, [2] keturunannya, [3] kecantikannya dan [4] agamanya. Maka perhatikanlah agamanya kamu akan selamat. (HR. Bukhari Kitabun Nikah Bab Al-Akfa’ fiddin nomor 4700, Muslim Kitabur-Radha’ Bab Istihbabu Nikah zatid-diin nomor 2661)

Selain keempat kriteria itu, Islam membenarkan bila ketika seorang memilih pasangan hidup untuk mengetahui hal-hal yang tersembunyi yang tidak mungkin diceritakan langsung oleh yang bersangkutan. Maka dalam masalah ini, peran orang tua atau pihak keluarga menjadi sangat penting.

Inilah proses yang dikenal dalam Islam sebaga ta’aruf. Jauh lebih bermanfaat dan objektif ketimbang kencan berduaan. Sebab kecenderungan pasangan yang sedang kencan adalah menampilkan sisi-sisi terbaiknya saja. Terbukti dengan mereka mengenakan pakaian yang terbaik, bermake-up, berparfum dan mencari tempat-tempat yang indah dalam kencan. Padahal nantinya dalam berumah tangga tidak lagi demikian kondisinya.

Istri tidak selalu dalam kondisi bermake-up, tidak setiap saat berbusana terbaik dan juga lebih sering bertemua dengan suaminya dalam keadaan tanpa parfum. Bahkan rumah yang mereka tempati itu bukanlah tempat-tempat indah mereka dulu kunjungi sebelumnya. Setelah menikah mereka akan menjalani hari-hari biasa yang kondisinya jauh dari suasana romantis saat pacaran.

Maka kesan indah saat pacaran itu tidak akan ada terus menerus di dalam kehidupan sehari-hari mereka. Dengan demikian, pacaran bukanlah sebuah penjajakan yang jujur, sebaliknya sebuah penyesatan dan pengelabuhan.

Dan tidak heran kita dapati pasangan yang cukup lama berpacaran, namun segera mengurus perceraian belum lama setelah pernikahan terjadi. Padahal mereka pacaran bertahun-tahun dan membina rumah tangga dalam hitungan hari. Pacaran bukanlah perkenalan melainkan ajang kencan saja.

Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab,
Wassalamu `Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh.

DEFINISI AL-QUR`AN

Qoro`a mempunyai arti mengumpulkan dan menghimpun; dan qiro`ah berarti menghimpun huruf-huruf dan kata-kata satu dengan yang lain dalam suatu ucapan yang tersusun rapih. Qur`an pada mulanya seperti qiro`ah, yaitu masdar (infinitif) dari kata qoro`a, qiro`atan, qur`anan. Qur`anah dalam QS. Al-Qiyamah: 17-18 berarti qiro`atuhu (bacaannya / cara membacanya).
Qur`an dikhususkan sebagai nama bagi kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saaw. Dan secara gabungan kata itu dipakai untuk nama Qur`an secara keseluruhan, begitu juga untuk penamaan ayat-ayatnya. Maka jika kita mendengar orang membacaayat Qur`an, kita bisa mengatakan bahwa ia sedang membaca Qur`an. (Lihat QS. 7:24)
Para ulama mendefinisikan: “Qur`an adalah Kalam Allah yang diturunkan kepada Muhammad saaw yang pembacaannya merupakan suatu ibadah.”
Dengan demikian Al-Qur`an itu bukan kalam makhluq, bukan firman yang diturunkan kepada nabi-nabi lain, bukan pula hadits qudsi, bukan pula hadits ahad, bukan pula Kalam yang khusus menjadi milik-Nya yang tetap menjadi rahasia-Nya. (Lihat QS. 18: 109)


NAMA DAN SIFATNYA
Qur`an (QS. 17: 19)
Kitab (QS. 21:10; 2:2)
Furqan (QS. 25: 1)
Dzikir (QS. 15:9)
Tanzil (QS. 26: 192)

Qur`an dan Al-Kitab lebih populer dari nama-nama yang lain. Dalam hal ini Dr. Muhammad Abdullah Daraz berkata, “Ia dinamakan Qur`an karena ia dibaca dengan lisan, dan dinamakan Al-Kitab karena ia ditulis dengan pena. Kedua nama ini menunjukkan makna yang sesuai dengan kenyataannya. Maka hendaknya ia dipelihara dalam bentuk bacaan/hafalan dan tulisan.
Allah telah melukiskan Qur`an dengan beberapa sifat, antara lain:1. Nur (Cahaya) [QS. 4:174].2. Huda (Petunjuk), Syifa (obat/penawar), Rahmah, Mau’izhoh (nasihat) [QS. 10:57]3. Mubin (yang menerangkan) [QS. 5:15]4. Mubarok (yang diberkahi) [QS. 6:92]5. Busyro (khabar gembira) [QS. 2:97]6. ‘Aziz (yang mulia) [QS. 41:41]7. Majid (yang dihormati) [QS. 85:21]8. Basyir (pembawa khabar gembira), Nadzir (pembawa peringatan) [QS.41:3-4]

HADITS NABAWI
Hadits (baru/terkemudian) dalam bahasa merupakan lawan dari Qadim (lama/ terdahulu). Hadits adalah setiap kata-kata yang diucapkan dan dinukil serta disampaikan oleh manusia, baik kata-kata itu diperoleh melalui pendengarannya atau wahyu, baik dalam keadaan jaga ataupun dalam keadaan tidur. Dalam pengertian ini, Qur`an juga dinamai hadits (lihat QS. 4:87). Begitu pula apa yang terjadi pada manusia di waktu tidurnya juga dinamakan hadits (lihat QS. 12:10).
Sedang menurut istilah, pengertian hadits ialah apa saja yang disandarkan kepada Nabi saaw, baik berupa perkataan, perbuatan, persetujuan atau sifat.
Yang berupa perkataan misalnya perkataan Nabi saaw: “Sesungguhnya segala amal itu dengan niat…” Yang berupa perbuatan ialah seperti ajarannya saaw kepada para shahabat mengenai bagaimana cara mengerjakan shalat, kemudian beliau bersabda: “Sholatlah kamu seperti kamu melihat aku shalat.”Yang berupa persetujuan ialah seperti ia menyetujui suatu perkara yang dilakukan salah seorang shahabat, baik perkataan atau pun perbuatan, dilakukan di hadapannya atau pun sampai berita kepada beliau mengenai perbuatan shahabat itu. Misalnya mengenai makanan berupa biawak yang dihidangkan kepadanya.
Yang berupa sifat adalah riwayat seperti, “bahwa Nabi saaw itu selalu bermuka cerah, berperangai halus dan lembut, tidak keras dan tidak pula kasar, tidak suka berteriak keras, tidak pula berbicara kotor, dan tidak juga suka mencela…”
HADITS QUDSI
Hadits Qudsi ialah hadits yang oleh Nabi saaw disandarkan kepada Allah. Maksudnya Nabi meriwayatkannya bahwa itu adalah kalam Allah. Maka Rasul menjadi perawi kalam Allah itu dengan lafal dari Nabi sendiri. Bila seseorang meriwayatkan hadits qudsi, maka dia meriwayatkan dari Rasulullah dengan disandarkan kepada Allah, dengan mengatakan, “Rasulullah saaw mengatakan mengenai apa yang diriwayatkannya dari Tuhannya”; atau ia mengatakan, “Rasulullah saaw berkata: Allah Ta’ala berfirman”; atau, “Rasulullah saaw berkata: berfirman Allah Ta’ala”.
PERBEDAAN QUR`AN DENGAN HADITS QUDSI
1. Al-Qur`anul Karim adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada Rasulullah dengan lafal dari Allah, dan dengan itu pula orang Arab ditantang. Sedang Hadits Qudsi tidak untuk menantang dan tidak pula untuk mu’jizat.
2. Al-Qur`anul Karim hanya dinisbahkan kepada Allah, sehingga dikatakan: “Allah Ta’ala telah berfirman.” Sedangkan Hadits Qudsi terkadang diriwayatkan disanadkan kepada Rasulullah yang mengatakan mengenai apa yang difirmankan Allah kepadanya.
3. Seluruh isi Qur`an dinukil secara mutawatir, sehingga kepastiannya sudah muthlaq. Sedangkan Hadits Qudsi kebanyakannya adalah khabar ahad, sehingga kepastiannya masih merupakan dugaan. Adakalanya hadits qudsi itu shahih, terkadang hasan (baik) dan terkadang dha’if (lemah).
4. Al-Qur`anul Karim dari Allah, baik lafal maupun maknanya. Maka ia adalah wahyu, baik dalam lafal maupun maknanya. Sedangkan hadits qudsi maknanya saja yang dari Allah, sedang lafalnya dari Rasulullah saaw. Hadits qudsi ialah wahyu dalam makna tetapi bukan dalam lafal. Oleh sebb itu, menurut sebagian besar ahli hadits diperbolehkan meriwayatkan hadits qudsi dengan maknanya saja.
5. Membaca Al-Qur`anul Karim merupakan ibadah; karena itu ia dibaca di dalam shalat. (Lihat QS. 73:20) Sedangkan hadits qudsi tidak disuruh membacanya di dalam shalat. Allah memberikan pahala membaca hadits qudsi secara umum saja. Maka membaca hadits qudsi tidak akan memperoleh pahala seperti yang disebutkan dalam hadits mengenai membaca Al-Qur`an bahwa pada setiap huruf mendapatkan sepuluh kebaikan.
PERBEDAAN HADITS QUDSI DENGAN HADITS NABAWI
Hadits Nabawi ada dua macam sifatnya:1. Tauqifi, kandungannya diterima dari wahyu, redaksinya dari Rasulullah.2. Taufiqi, disimpulkan oleh Rasulullah menurut pemahamannya terhadap Al-Qur`an. (Semacam ijtihad).Hadits Qudsi itu maknanya dari Allah, redaksinya dari Rasulullah, tetapi beliau bersabda, “Allah berfirman,” sedangkan dalam hadits tauqifi tidak dikatakan bahwa Allah berfirma

Ikhwan Idola

Ikhwan Idola, Syiape Takuczzt!

Bermula dari diskusi dengan seorang teman, yang minta di jabarin kriteria ikhwan idola akhwat. Jujur! saya lumayan bingung dan geli. Tapi sepertinya dia butuh banget jawaban pertanyaanya, ga tega klo ga ngabulin. Rggghhh………… semoga tulisan dapat mewakili jawaban pertanyaannya.

Ikhwan = saudara laki-laki. Adapun yogya dipenuhi orang yang kreatif, sehingga makna “ikhwan” pun akhirnya ada ambiguitas makna. Begitu juga dengan kata “akhwat”. “ikhwah”, dan “asasi”. Next, back to topic. Ikhwan idola akhwat yang bagaimana.

Idealnya, ya namanya yang ideal pasti banyak yang bagus-bagusnya. Seorang ikhwan -akhwat idola ga ada bedanya seorang muslim yang berusaha memperbaiki diri menjadi muslim kaffah. Ehm ternyata muslim kaffah ini ga semudah melafadzkan namanya, Cuma 2 suku kata (dalam bahasa Indonesia, beda dengan yang bahasa Arab), “ Kaf –Fah” tapi begitu sampai aplikasi susye untuk dijalankan. Yang tidak ikhlas, yang tidak istiqomah, yang tidak sabar akan berguguran satu persatu. Muslim kaffah ? Mengacu muwashoffat (Sudah di buka tho muwashoffat nya..??) apa perlu ane tuliskan semua, heheh , buka di buku, “ Menjadi murrobi’ sukses”



Di muwashoffat itu lah yang urgent untuk dimengerti, batasan lainnya, adalah, ( suer! Bingung tenan kiy..) Siapakah ikhwan Idola itu, hem seperti disebutkan dibawah ini, tak menutup kemungkinan unsur subyektifitas dari penulis infiltrasi kedalam tulisannya.

1. Lelaki yang mengimani Alloh ta’ala sebagai Tuhannya, Muhammad sebagai nabinya, dan Islam sebagai agamanya. Ia cinta Alloh Ta’ala dan Rosul-Nya, serta taat kepada keduanya. Juga membuat “jarak” dengan maksiat.

2.Lelaki yang bertakwa, khusyuk, rajin ibadah, dan zuhud di dunia. Ia kerjakan kewajiban agama dengan konsisten, tidak henti-hentinya melakukan amal sholih, menjauhi hal-hal yang haram dan menghindari hal-hal yang terlarang. Tanda-tanda iman terlihat jelas padanya, baik dalam perkataan, perbuatan, maupun keyakinan. Ia takut murka Alloh, siksa-Nya yang pedih, dan akibat menentang perintah-Nya.

3.Lelaki yang patuh pada orang tuanya, berbakti kepada keduanya, mencari keridhaan keduanya, “ngeri” keduanya murka dan marah kepadanya.

4.Lelaki yang menerapkan syariah Allah Ta’ala dan perintah-perintah-Nya. Ia amalkan ilmu-nya dan berdakwah kepadanya.

5.Lelaki yang terlibat dalam aktivitas dakwah dimanapun ia berada, dan ia sadar dirinya adalah bagian gen peubah peradaban. Dan ia sadar kedudukannya sebagai kholifah fil’ ard. Harokers gee-thu loch…

6.Lelaki yang berprofesi utama sebagai murrobi’ dan profesi lainnya adalah profesi duniawi.

7.Lelaki yang punya banyak buku, sebagai referensi dan rujukan segala ilmu.

8.Lelaki yang mempunyai bakat potensi po terpendam

9.Lelaki yang bisa mendidik istri dan anak-anaknya, lembut kepadanya tapi tegas menyayanginya, mengajaknya kepada kebaikan, menasehatinya, dan menyenangkan dengan tidak bicara kasar kepadanya. Ia setia kepada istrinya dan menjadi mitranya dalam kebaikan. Istrinya merasa “fres” dan tentram berada di sampingnya. Jika ia melihat istrinya, ia membahagiakannya, dan hatinya bersih. Ia percaya pada istrinya bahwa istrinya bisa menjaga harta dan anak-anaknya.

Dan hehe setelah dibaca, koq semakin aneh yak, ya sudah lah itu menurut ane, klo mau ada yang menambahkan dipersilahkan. Kriteria diatas mungkin ada unsur tendensiusnya. Maaph n afwan bagi yang meminta launchingnya tulisan ini tapi saya ga begitu optimal menuliskannya. Afwan…. Afwan dan Afwan … may be harus minta orang lain buwat judul yang sama.

Ikhwan Idaman!

Siapa sih yang nggak ngarepin kebaikan? Kita yakin banget bahwa setiap orang pengen dapetin kebaikan. Ia berdoa dan berusaha untuk mendapatkan kebaikan tersebut. Nggak ada salahnya juga kalo ngarepin kebaikan dalam urusan pendamping hidup. Namanya juga pendamping hidup, berarti harapannya, selama kita hidup ya si dia menjadi pendamping kita. Begitu pun sebaliknya.
Sobat muda muslim, kalo pekan kemarin kita bahas dari sisi ikhwan yang punya hajat, sekarang kita pengen menelusuri harapan dan impian para akhwat tentang ikhwan. Maksudnya biar adil (satu sama), gitu lho.
Oya, buat kamu yang masih SMA (apalagi SMP), tolong jangan merasa kalo bahasan kita kali ini tuh dewasa banget. Jangan ya. Soalnya, kalo kamu udah baligh kan disebut dewasa juga. Itu sebabnya, insya Allah masih cocok. Cuma mungkin perlu dengan catatan tambahan, bahwa kalo sampe mikirin nikah sementara masih berseragam putih-biru dan putih-abu, jangan dulu deh. Oke? Jadiin aja tulisan ini sebagai info penting buat ke depannya.


Yup, pembelajaran seperti ini insya Allah penting banget. Sebab, kita juga ngeri dengan perkembangan temen-teman yang kayaknya udah "siaga satu" dalam kasus pergaulan bebas (termasuk seks bebas di dalamnya). Bahaya banget gitu lho. Jadi intinya, daripada anak-anak SMP or SMA dijejali dengan gaya hidup permisif dan hedonis, yang akhirnya membuat mereka salah asuh dan salah arah, mendingan kita kenalkan model pergaulan dalam Islam, khususnya dalam membentuk prinsip mencari pendamping hidup. Bukan mencari teman kencan saat pacaran. Tul nggak?
Sobat muda muslim, setiap perbuatan yang kita lakuin tuh pasti sesuai dengan cara pandang kita terhadap perbuatan tersebut. Lebih luas lagi cara pandang kita tentang hidup. Kalo kita memandang hidup tuh sekadar tumbuh, berkembang, lalu sampai titik tertentu mati (dan nggak ada kehidupan akhirat), maka perbuatan kita pun bakalan ngikutin apa yang kita pahami tentang kehidupan tersebut. Kita bisa bebas berbuat apa saja sesuai keinginan kita, karena kita merasa bahwa hidup cuma di dunia. Kehidupan setelah dunia kita anggap nggak ada. Artinya, kita jadi nggak kenal ada istilah pahala dan dosa.
Sebaliknya, bagi kita yang meyakini bahwa kita berasal dari Allah SWT yang menciptakan kita semua, terus hidup di dunia juga adalah untuk ibadah kepadaNya, dan setelah kematian kita akan hidup di alam akhirat sesuai dengan amalan yang kita lakukan di dunia. Kalo banyak amal baik yang kita lakukan, insya Allah balasannya pahala dan di tempatkan di surga. Sebaliknya, kalo lebih banyak atau selama hidup kita maksiat, jelas dosa dan kita ditempatkan di akhirat di tempat yang buruk, yakni neraka. Na'udzubillaahi min dzalik.
Nah, dengan sudut pandang terhadap kehidupan yang benar, maka ketika berbuat apapun kita akan menyesuaikan dengan cara pandang kita tentang kehidupan yang benar itu. Termasuk ketika mencari pendamping hidup kita. Nggak sembarangan lho. Nggak asal seneng ngeliatnya aja. Nggak asal bisa dipamerin (emangnya piala?). Nggak asal cuma banyak harta. Intinya sih, kita bakalan berpikir gimana seharusnya menurut aturan Islam. Bukan berpikir sebagaimana adanya kehidupan tersebut.
Ini penting dan perlu. Sebab, kalo yang berpikirnya "sebagaimana adanya kehidupan", ya akan berpikir bebas nilai. Misalnya ketika manusia itu dianggap berhak melakukan apa saja, maka tentu akan berbuat apa saja sesukanya (berzina, minum khamr, konsumsi narkoba, judi, pacaran, dan sebagainya). Karena merasa mereka berhak ngelakuin hal tersebut. Nggak terikat aturan yang benar.
Sementara yang berpikirnya "sebagaimana seharusnya", maka ia akan nyocokin dengan aturan yang benar. Karena menganggap kehidupan yang ada ini harus sesuai aturan yang benar, gitu lho. Dan Islamlah yang benar.
BTW, kayak gimana sih ikhwan yang dicari, diharepin, dan diinginkan akhwat?
***
Keimanannya Dong Ya…
Sebagai seorang muslim, tentunya setiap perbuatan kita wajib menyesuaikannya dengan aturan Islam. Nggak boleh sesukanya. Nah, termasuk dalam hal memilih calon pendamping hidup, baik ikhwan maupun akhwat. Tapi di edisi pekan ini kita pengen tahu pendapat para akhwat soal ikhwan idamannya.
Sebut saja Mawar, ia punya kriteria ikhwan idaman, "Yang shaleh, baik, cakep, pengertian, ngerti agama," paparnya via e-mail.
"Kalo aku sih pengennya tuh ikhwan taat beribadah alias shaleh, hormat sama ortu, sopan, baik hati, pinter. Tapi yang jelas yang pertama agamanya harus OK dan punya semangat berjuang di jalan Allah dengan istiqamah," tulis Ninink dalam e-mailnya.
Mila, bukan nama sebenarnya ikutan ngasih komen, "Tipe ikhwan yang disukai, biasa, standar akhwat : Baik agamanya, baik akhlaknya, baik sama keluargaku, mengerti aku (egois banget ya? hehe..), lebih pinter dari aku (tapi bukan pinter ngeboong ya), punya inner (enak dipandang juga boleh), udah punya penghasilan en mapan (kalo ini request-an ibuku... hehehe)," Mila ngejembrengin via e-mailnya.
Hmm.. Para ikhwan, kedengarannya sederhana ya? Pengen ngarepin tipe ikhwan yang shaleh. Nah, masalahnya, amal shaleh tuh kan selalu digandeng dengan keimanan. Sebab, nggak mungkin ada amal shaleh tanpa keimanan. Nggak mungkin pula ada orang yang shaleh tapi nggak beriman. Tul nggak?
***
Cakep? Boljug Deh...
Ehm... Akhwat juga manusia lho. Maka wajar dong kalo kepengen 'gandengannya' (truk kaleee..) tuh sedap dipandang mata. Meski nggak semua ngelihat tampang, tapi ada juga yang ngarepin nilai plusnya. Artinya, imannya oke tapi ganteng juga dong. Boleh-boleh aja sih.
"Jujur aja kalo ngeliat ikhwan yang cakep mupeng alias muka pengen juga kali ya, apa lagi kalo dia rajin beribadah. Tapi kayaknya hanya suka sebatas penglihatan aja kali. Syukur-syukur sih bisa berjodoh ama dia he.. he.. he.." tulis Ira di surat elektroniknya.
Sebut saja akhwat berinisial "sg", doi nulis begini dalam e-mail, "Tergantung sih, saya bukan tipe orang yang gampang suka ama cowok cakep. Sebab, saya suka cowok yang punya kekhasan cara pandang (ideologis gituuuh), rambutnya gondrong, celananya rombeng, berani berbicara, seneng baca buku (kecuali komik), terbuka/bijak (dalam arti, saat menemukan sesuatu yang benar mau menerima dan beralih dari cara pandang sebelumnya), wawasannya luas, tegas, PeDe, bertanggungjawab, cerdas booo, jidatnya nggak item, celana nggak nyongklang." Waduh, nih sih diborong semua dong? Hehehe.. nggak apa-apa tiap orang kan berbeda selera.
Silakan aja kalo mo nyari yang ganteng or cakep. Sah-sah aja. But, pastikan dong yang Arjuna-mu itu taat beribadah dan shaleh. Tul nggak? Kalo cuma cakep doang sih rugi. Tapi kalo ada yang keimanannya oke, ilmu agamanya oke, dan cakep pula, boleh juga diincer. Asal ada syaratnya, dia juga suka sama kamu. Gubrak! (iya dong, masa' sih kita harus bertepuk sebelah tangan - pupus dong jadinya).
***
Perilakunya Menyenangkan
Umumnya sih, ikhwan yang udah oke keimanannya, insya Allah oke juga kepribadiannya. Sebab, setiap apa yang dilakukan itu pastinya ngikutin cara pandang kehidupannya. Artinya, apa yang diilakukannya sesuai yang dipahami. Tapi, kadang praktek beda ama teori.
Nah, gimana nih dengan ikhwan yang jaim? Atau gimana pula menurutmu kalo ada ikhwan yang caper bin ganjen ama akhwat?
"Aku nggak suka kalo ngeliat ikhwan yang jaim. Kayaknya dia tipe orang yang nggak pede untuk menunjukkan jati dirinya (cieee). Apalagi kalo ngeliat ikhwan yang caper dan ganjen ama akhwat, aku nggak suka banget. Karena biasanya ikhwan yang kayak gitu orangnya rese… Kan nggak semua akhwat suka diganjenin (99,99 % nggak suka)," tulis Ira.
But, karena menurut Ira 99,99 persen akhwat nggak suka, ternyata masih ada tuh dari 0,01 persen akhwat yang suka tipe ikhwan yang jaim. Sebut aja Yanti, menurutnya, "Suka, sebab kita-kita jadi tengsin kalau mau jailin ikhwan jaim. Tapi kalo ganjen dan caper nggak sukaaaaa.... Ikhwan kok nggak inisiatif cari kerjaan selain caper-in akhwat," paparnya.
"Keimanan, so pasti dong ya kudu jadi pilihan utama. But, perilakunya juga harus mencerminkan keimanannya. Jadi aku nggak suka sama ikhwan yang ganjen, yang suka caper sama akhwat, yang sombong, yang nggak mau akur sama ikhwan lainnya, yang ngomongnya nggak sopan. Meskipun dia ilmu agamanya bagus dan rajin berdakwah," jelas Arini.
Waaah... Harap hati-hati buat para ikhwan. Jangan sampe para akhwat udah nggak sreg duluan sama kita pas ngelihat tampilan kita kayak gitu. Memang sih, ikhwan juga manusia (yeee.. nggak mau kalah sama akhwat yang juga manusia). Karena manusia, maka nggak bisa lepas dari kelemahan dan keterbatasan. Memang sih, tapi kan bisa dipermak jadi oke. Soalnya yang namanya afektif (perasaan or emosional) itu bisa dilatih dengan pembiasaan.
***
Jika si Dia Melamarmu...
Maaf, maaf, jangan keburu kepikiran pembahasan ini khusus dewasa. Ya, mungkin ini lebih baik, daripada ditulis : "Jika si dia memacarimu..." Tul nggak? Justru kita harus membiasakan pemahaman bahwa hubungan akrab pranikah (baca : pacaran - gaul bebas -apalagi seks bebas) itu salah. Sementara hubungan yang sah untuk saling mencurahkan kasih sayang dan perhatian antara ikhwan-akhwat, tentunya lewat pernikahan. Ini yang harus terus dikampanyekan. Itu sebabnya saya lebih memilih diksi alias pilihan kata, "melamarmu". Setuju kan? Awas kalo nggak setuju (idih, ngancem!).
Sobat muda muslim, kalo suatu saat kamu udah siap nikah, terus ada ikhwan yang mo ngelamar kamu, apa yang bakalan kamu lakukan?
"Ehm... Siapa pun ikhwan yang dateng. Aku nggak bisa langsung memutuskan. Shalat istikharah adalah solusinya. Tapi urusan fisik en materi, kayaknya nggak zamannya lagi dipermasalahkan (Yang harus dilobi tuh ortu, coz siapa sih ortu yang rela anaknya hidup miskin. Kedengeran matre sih, tapi sebenernya ortu bersikap kayak gitu, aku yakin alasan mendasarnya bukan karena matre, mereka cuma pengen anaknya hidup bahagia. Ciee.. Sok bijaksana gini nih)." Mila menulis barisan kata-kata ini via e-mailnya. Bener nih?
Eh, kalo ada ikhwan yang gagah, keren, pinter, tsaqafah Islamnya juga tinggi, anak orang kaya, rajin berdakwah, shaleh, keimanannya mantep (wuih, ada nggak sih se-perfect ini di dunia nyata?), terus kamu ngarepin jadi pendamping hidupnya nggak?
"Oh... So pasti gitu looh! Eh, tapi ikhwan yang seperti itu langka ditemukan," Tika ngasih jawaban.
"Ingin banget, tapi semua keputusan akhir kan Allah yang nentuin, kita mungkin cuma bisa usaha," Ninink menjawab dengan bijak.
Tapi, gimana kalo setelah sekian lama menanti ikhwan idaman hati, eh, yang dateng tuh ikhwannya dengan kriteria : wajah pas-pasan, miskin, ilmu agamanya biasa aja, hanya rajin shalat dan dakwah. Gimana tuh?
"It's ok. I'll receive. Yang jelas dia orang yang terbuka, bijak, dewasa, dan merdeka. Kekayaan baginya adalah pemikiran yang diejawantahkan dalam kehidupan dan perjuangan. Dan atas dasar itu pula, mencuatlah kesadaran dalam dirinya untuk menunaikan kewajiban-kewajiban yang dipanggulnya. Cukup itu, tidak lebih." papar akhwat yang punya inisial "sg" dalam e-mailnya.
Sobat muda muslim, kayaknya kalo ditampung semua pendapatnya bisa panjang urusannya neh. Tapi yang jelas, kita bisa punya kesimpulan bahwa umumnya para akhwat mencari ikhwan idaman yang imannya mantep, shaleh, pengertian, perhatian, dan punya jiwa pengemban dakwah. Wuih, sederhana dan sangat wajar. Semoga ini menjadi pegangan dan ukuran kita semua. Karena, yang namanya keimanan (akidah) tuh kriteria number one euy dalam prioritas pilihan kita untuk mencari pendamping hidup. Nggak bisa ditawar lagi.
Oke, tulisan ini sekadar melengkapi aja dari tulisan di edisi pekan kemarin yang udah dibahas panjang-lebar (lengkap dengan dalil-dalilnya sebagai panduan bagi ikhwan dan akhwat). Artinya nih, tulisan kali ini sekadar penekanan aja dengan lebih banyak mengeksplor pendapat para akhwat. Mengungkap fakta aja dan sedikit ngasih penjelasan tambahan. Semoga bermanfaat dan jadi bahan renungan kita. Makasih. [STUDIA-292/7/080506]

hukum syara' atas mushafahah

“Sekali-kali dong pake jeans!”



“Gak bosen tuh gamisan terus?”



Saya bukan pengamat mode. Bukan pula psikolog yang mafhum kaitan busana dan psikologi pemakainya. Jadi jangan pernah tanyakan kepada saya kenapa ikhwan kerap berbaju koko dan bercelana bahan bahkan anti jeans, atau kenapa sebagian akhwat ada yang anti kulot. Hanya kebetulan pernah aktif di Rohis semasa SMA sampai kuliah tak berarti pertanyaan itu mudah dijawab. Jika pernah sampai jabatan elite–kata sebagian orang–rasanya karena aliran kehidupan itu sendiri. Jika sampai disebut “ikhwan” yang konon berkonotasi dengan “aktivis Islam” rasanya sempat geli dan malu sendiri. Selalu yang terbayang di benak adalah Ikhwanul Muslimin (Persaudaraan Muslim) di Mesir yang kisah-kisah keikhlasan dan mujahadahnya luarbiasa mengagumkan. Ah, sementara saya? Amat jauhlah itu!


Kadang teman yang heran dengan “keunikan” saya sering menegur,”Antum ikhwan bukan sih?”



Untuk pertanyaan ini, jawab saya selalu seperti ini,”Ya, iyalah. kan belum ganti kelamin!” Hehe…Ya, kita kembalikan saja pengertian “ikhwan” pada makna etimologi dasarnya dalam bahasa Arab, saudara laki-laki. Ya, to?



Awal keterlibatan di Rohis pun berbau kebetulan. Kebetulan di almamater saya, sebuah SMA negeri di Jakarta Selatan–yang satu gang dengan basecamp group Slank–hanya ada dua fasilitas perpustakaan: perpustakaan sekolah dan perpustakaan masjid. Sebagai penghobi buku dan berasal dari keluarga pas-pasan, ini surga betul. Sayang, perpustakaan sekolah amat disayang sama penjaganya, Pak Komar. Jarang sekali pintunya dibuka. Kerapkali terkunci rapat. Sementara koleksi bukunya yang lengkap hanya indah dipandang dari balik jendela. Ah, masak buku diperlakukan seperti ikan sih! Kondisi ini berlanjut sampai saya lulus. Entahlah, adik-adik kelas saya mungkin saat ini lebih beruntung. Terakhir saya dengar SMA 55 ditetapkan sebagai SMA Plus Standar Kotamadya Jakarta Selatan. Yah, ada bekasnyalah sebagai eks SMA filial dari SMA Negeri 8 Jakarta yang tersohor itu. Atau setidaknya dikenang sebagai almamaternya artis Titi DJJ .



Nah, masih soal perpustakaan, tiada pilihan lain, nongkronglah saya di perpustakaan masjid. Terpikat dengan buku Maurice Bucaille, Mustafa Mansyur, Hasan An-Nadawi dengan bukunya “Kenapa Ummat Islam Mundur dan Ummat Lain Maju?” atau Muhammad Quthb dengan “Jahiliyah Abad 21″-nya yang legendaris di kalangan aktivis masjid. Apalagi senior-senior rohis bikin les pelajaran eksakta gratis (Fisika, Kimia dan Matematika). Maklum kebanyakan mereka dari jurusan Eksakta (Fisika dan Biologi). Itu makanya saya terseret juga, ikut-ikutan pilih jurusan Fisika kendati lebih suka psikologi, sejarah dan sastra. Ketika kuliah pun, pilih Sastra Inggris eh ‘ndilalah jebolnya di Fakultas Kesehatan Masyarakat UI yang termasuk jurusan IPA. Ya, sudah nasib, jalani saja…Termasuk ketika sempat nyantri sebentar di sebuah akademi bahasa Arab dengan kurikulum Timur Tengah, Ma’had Utsman bin ‘Affan, di bilangan Jakarta Timur.



Saking sering nongkrong di perpustakaan masjid termasuk jam olahraga–maklum tak becus main basket atau voli–jika tak didamprat guru olahraga, saya dipercayakan jadi pengurus perpustakaan. Itu jabatan resminya. Sebenarnya sih jadi penjaga perpustakaan. Lumayan, pegang kunci perpustakaan. Kapan saja mau baca, boleh. Demikian karir organisasi terus mengalir, sampai sempat menjabat Ketua Seksi Dakwah. Meski saat itu, tahun ‘95an, satu Rohis heboh ketika saya terlihat membaca bukunya Nurcholis Madjid.



Ya, saat itu perdebatan Cak Nur dan Daud Rasyid mengenai Islam Pembaruan pada 1993 masih cukup bergema selepas “pengadilan ummat” terhadap Cak Nur di Masjid TIM, Jakarta. Dan nama Cak Nur punya catatan tersendiri di kalangan rekan-rekan rohis. Sekulerlah, kafirlah dll.Sebagai pembaca eklektik, saya punya pandangan sendiri. Namun cukup tahu diri dengan tidak terlalu frontal menentang suara mayoritas saat itu. Alhasil, cukup berkompromilah dengan sering nenteng buku-bukunya Sayyid Quthb, Hasan Al Banna atau Abul A’la Al Maududy. Meski di luaran kerap baca-baca Mira W, Pramoedya Ananta Toer atau Tan Malaka.



Itu soal selera baca. Soal berbusana, tak jauh beda.Mungkin saat itu saya satu-satunya aktivis Rohis di SMA saya yang senang pakai jeans dan kaos oblong. Sampai-sampai ada kejadian unik sewaktu Ospek di UI. Waktu itu, selepas acara mentoring di fakultas yang merupakan acara wajib bagi mahasiswa baru, saya berkenalan dengan seorang mahasiswa baru. Sebutlah namanya Budi, alumni SMA 29, Jakarta. Kelak ia jadi the best friend of mine in my life! Saat kami ngobrol, ia sering sekali menatap mata saya dalam-dalam. Karena agak risih (ya, iyalah, kok cowok ngeliatnya begitu!), saya bertanya, “Kenapa sih?”



“Ente ikhwan?”



“Maksudnya?” Jujur pertanyaan ini selalu membingungkan saya, karena sangat tergantung konteks dan siapa penanyanya.



“Iya, aktif di Rohis?” O, itu to arahnya, pikir saya.



“Iya,” angguk saya.



“Kok pake jeans sih, Akh?” tanyanya lagi dengan wajah heran.



Saya terdiam.Mau bilang apa ya. Wong, koleksi baju saya sedikit. Baju koko kan lumayan tinggi juga harganya. Sementara jeans dan kaos bisa multi-purpose dan awet dikenakan. Tak dicuci dua minggu pun tidak tampak kotor-kotor amat. Itu saja sih alasannya. Tidak ada kaitannya dengan ideologi atau apapun.



“Ente ikhwan nyamar ya?” tanyanya lagi, agak menyergah. Nah, lho! Beberapa tahun kemudian saya baru paham. Saat itu konon banyak aktivis rohis unggulan dari beberapa sekolah yang ‘eksistensi kerohisannya’ sengaja disamarkan sehingga mereka bisa leluasa memasuki organisasi apapun termasuk organisasi mahasiswa kiri. Infiltrasi atau penyusupan, istilah intelijennya. Menjelang ‘96, suasana pertarungan ideologi di kalangan mahasiswa memang mulai terasa. Puncaknya pada tahun ‘98. Jatuhnya Soeharto adalah titik temu kedua pergerakan. Sedikit banyak saya turut berperan, kendati hanya jadi petugas dapur umum di DPR/MPR sewaktu gedung parlemen itu diduduki mahasiswa untuk mendesak parlemen menuntut mundur Soeharto.



Klasifikasi Akhwat



Sekian lama aktif di Rohis, saya mengalami evolusi pemikiran tentang akhwat. Dari sebuah kata yang netral “akhwat” yang artinya “saudara perempuan” menjelma menjadi kata yang penuh nuansa haroki, perjuangan dan ideologis.



Dulu saya kira semua perempuan yang berjilbab sudah dapat dikategorikan sebagai akhwat. Simpel. Sesimpel saya mendefinisikan ikhwan sebagai “lelaki yang aktif di organisasi Islam dan berakhlak baik”. Tapi ternyata kenyataan yang ada tidak sesimpel pemikiran atau tesis saya tersebut.



“Kok si fulanah nggak diajak?” tanya saya menjelang rapat rohis SMA kepada seorang rekan kerja yang berjilbab.



Spontan akhwat itu menukas,”Antum gimana sih? Dia kan bukan akhwat!”



Saya bingung. Berjilbab tapi bukan akhwat.”Lho? Kenapa?”



“Habis dia masih sering pake jeans!” jelas si akhwat tegas. Saya manggut-manggut. Mulai paham, meski agak bingung juga.



Seiring waktu, saya menyadari betapa kompleks istilah “akhwat” itu. Dari kata ‘akhwat” terdapat beragam penafsiran dan jenjang. Secara sosiologis, ada tiga derajat akhwat:

1. Akhwat ‘ammah (asal kata: ‘amm, biasa atau umum). Ini umumnya predikat bagi kaum Muslimah yang baru mulai aktif dalam kegiatan keislaman atau rohis. Mereka rata-rata belum berjilbab. tapi setidaknya berpakaian sopan dan panjang-panjang.

2. Akhwat hanif (lurus). Ini istilah bagi Muslimah yang sudah berjilbab namun perilakunya belum sesuai dengan jilbabnya, misal: masih pacaran, masih mejeng atau nyontek de el el. Tapi kadang Muslimah yang belum berjilbab pun digolongkan dalam kategori ini, tergantung kadar komitmennya, katanya. Umumnya akhwat jenis ini sudah rutin atau punya akses ikut pengajian tarbiyah atau mentoring.

3. Akhwat (tanpa embel-embel!). Ini derajat tertinggi, akhwat idaman. Kriteria umumnya: berjilbab panjang dan lebar bak taplak meja; aktif tarbiyah atau liqo’ dan sangat ketat dalam perilaku keseharian. Inilah garda terdepan dalam motor organisasi dan sudah dapat merekrut dan membimbing dua tipe akhwat sebelumnya. Inilah kader-kader terpilih yang siap tempur siang malam untuk sebuah qoror (perintah) tanzhim (jalur organisasi), dan siap pasang badan dipukuli aparat dalam aksi-aksi demonstrasi massa atau beradu argumentasi di forum-forum diskusi..



Konon jenjang ikhwan juga tak jauh berbeda, kendati lebih simpel. Sesimpel pakaian rekan-rekan kuliah saya: baju koko atau kemeja lengan panjang, celana bahan di atas mata kaki dan sepatu sandal atau sandal gunung. Ada yang bergaya metropolis atau sedikit metroseksual, sebut saja ia:ikhwan borju!J



Kategorisasi di atas memang tidak resmi dan relatif, namun kongkret. Tidak terucap namun terasa. Akhwat “hanif” umumnya tidak “seketat” akhwat tipe 3 yang selalu berjilbab panjang dan lebar. Akhwat “hanif” apalagi akhwat “‘ammah” masih sering kedapatan berpakaian yang menonjolkan lekuk tubuh atau bergaya trendy dan modis. Implikasinya nampak pada perilaku keseharian baik pada perbedaan gaya bicara, selera obrolan atau jenis kegiatan pengisi waktu. Kosakata di kalangan jilbaber juga kaya dengan istilah-istilah semisal “jilbab trendy”; “jilbab modis” atau “akhwat macho” dll. Yang sayangnya kerap membuat jarak antara ketiga kelompok tersebut.



Ada kasus seorang Muslimah yang berniat betul mempelajari Islam melalui mentoring mendadak futur (istilah untuk Dropped Out) dari kegiatan pekanan itu hanya karena tidak tahan disindir rekan satu lingkarannya karena masih senang pakai jeans atau hobi mendengarkan musik pop atau musik Barat. Atau karena kepergok nonton di bioskop 21 semata-mata karena dia moviefreak. Kendati ia hanya nonton sendirian. Banyak lagi kasus-kasus yang tampaknya sepele, namun cukup banyak terjadi. Padahal karya Dr. Yusuf Qaradhowi Fiqhul Awlawiyat, Fikih Prioritas, sudah jadi bacaan wajib, tapi entah mengapa asas fiqh muwazanat (pertimbangan sesuai kondisi dakwah dan lokalitas) kerap diabaikan. Inilah yang kerap mengganggu citra ikhwan dan akhwat yang sejatinya adalah orang-orang yang tulus-ikhlas, penuh cinta dan berdisiplin spartan. I swear by the God!



Ah, sampai sekarang kata “akhwat” itu masih terdengar rumit bagi saya, mungkin serumit dunianya. Namun, yang mesti jadi pegangan bersama adalah bahwa ukhuwah itu lebih utama, karena nahnu muslimun qobla kulli sya’iin, kita adalah Muslim/Muslimah sebelum segala sesuatu. Selama masih berpegang pada satu Allah dan satu Qur’an dan mengakui Nabi Muhammad sebagai khotamun nabiyyin (nabi penutup), itulah Muslim/Muslimah yang punya hak-hak untuk dihargai dan dikasihi. Inilah basis untuk menyayangi orang lain di luar diri kita atau golongan kita. Inilah sebuah basis kasih sayang universal.



“Islam itu mudah, maka masukilah dengan mudah.
.” (Al Hadits).

Etika Sosial Islam

Antara Egoisme dan Sikap Mendahulukan Kepentingan Orang Lain

Dr. Mushthafa as Siba'i
Disiarkan pada hari Jum'at : 5 Ramadhan 1374 (7 Maret 1954)
Apakah manusia adalah sosok egois yang mencintai dirinya sendiri dan mementingkan kepentingan dirinya sendiri di atas kepentingan orang lain? Ataukah ia adalah sosok yang mementingkan orang lain di bandingkan dirinya dan mendahulukan kepentingan orang lain dibandingkan kepentingan dirinya sendiri?



Ini adalah kajian yang menghabiskan banyak lembaran kajian psikologi, ilmu akhlak dan sosiologi. Kebanyakan pakar ilmu pengetahuan hampir sepakat bahwa secara alami manusia adalah egois dan mementingkan dirinya sendiri, dan ia melihat kepentingan orang lain melalui kepentingan dirinya sendiri. Bahkan ada yang berpendapat lebih jauh lagi, bahwa pengorbanan yang dilakukan oleh seseorang adalah tidak lebih dari suatu bentuk egoisme yang dibungkus dengan topeng. Orang yang mengorbankan dirinya dalam medan perjuangan untuk membela aqidahnya atau mempertahankan negaranya, ia melakukan hal itu untuk mendapatkan pahala Allah atau pujian manusia, atau juga kehormatan negeri yang ia tempati sehingga ia dapat mengambil manfaat dari kehormatan negeri tersebut. Namun demikian, di samping itu semua, manusia pada dasarnya adalah makhluk zoon politicon, yang cenderung untuk saling bekerjasama, memilih untuk bermasyarakat dibandingkan menyendiri, dan hal itu pada gilirannya akan mendorong dirinya untuk merelakan sebagian haknya untuk orang lain, sehingga dari kerjasamanya dengan mereka itu ia dapat mengambil manfaat berupa perwujudan kehormatan dan kepentingannya. Oleh karena itu, beberapa macam pengorbanan dan pendahuluan kepentingan orang lain, menjadi bagian dari keharusan dalam bangunan masyarakat yang tanpa keberadaannya, masyarakat tidak akan dapat hidup dengan bahagia. Jika Anda tidak membatasi kebebasan Anda saat berkendaraan di jalan raya dengan rambu-rambu jalan, niscaya Anda tidak akan dapat berkendaraan di jalan dengan aman, baik bagi jiwa Anda maupun bagi tubuh Anda. Jika Anda tidak membatasi perilaku Anda dalam bermu'amalah, dan menahan tangan Anda dari harta manusia, nisacya Anda tidak akan dapat menjamin keuntungan dan keamanan atas harta dan kekayaan Anda. Oleh karena itu, semangat undang-undang adalah dari satu segi untuk menjamin hak individu, dan dari segi lain untuk membatasi kebebasannya. Tunduk kepada undang-undang ini adalah suatu bentuk pendahuluan kepentingan orang lain dan pengorbanan. Dalam pandangan syari'ah, ia mungkin tidak mendapatkan pahala, dan dalam pandangan ahli etika dan moral ia barangkali tidak layak mendapatkan pujian, namun demikian hal itu adalah jaminan bagi keberaturan hidup dalam masyarakat yang mulia dan bahagia.

Sedangkan mendahulukan kepentingan orang lain di atas kepentingan diri Anda yang lebih dari itu, inilah yang dipuji oleh syari'ah dan oleh prinsip-prinsip akhlak. Ia adalah sikap mendahulukan kepentingan orang lain yang berdasarkan kesadaran pribadi, bukan karena paksaan undang-undang. Dan tidak didorong oleh kepentingan duniawi atau kenikmatan yang instan. Malah dalam tindakannya itu ia memilih untuk tidak mendapatkan daripada mendapatkan kesenangan pribadi, memilih payah daripada santai, memilih lapar daripada kenyang, dan memilih mati daripada hidup. Keindahan pengorbanannya itu tidak dirusak oleh keinginan untuk mendapatkan pahala atau pujian, karena pahala dan pujian itu adalah suatu perkara maknawi yang diharapkan dari alam ghaib. Siapa yang memberikan sesuatu manfaat material kepada manusia dengan harapan mendapatkan balasan maknawi, maka ia berarti telah memberikan suatu bukti bagi jiwa yang lebih banyak memberi dibandingkan mengambil. Sungguh, hal ini adalah kemuliaan dan ketinggian yang paling utama dan petunjuk kebaikan dan keutamaan yang paling kuat.

Kita berhutang budi dalam setiap kenikmatan hidup material maupun non-material terhadap orang-orang yang telah berkorban dan mendahulukan kepentingan orang lain. Kita berhutang dalam menikmati fasilitas listrik, mobil, kapal terbang dan radio terhadap para ilmuan jenius yang menghabiskan waktu bertahun-tahun dalam laboratorium dan rumah mereka dan terus meneliti siang malam hingga mereka dapat memberikan kepada manusia hasil dari kerja keras dan penderitaan yang mereka tanggung. Berupa kenikmatan, pengetahuan, dan kesehatan yang dinikmati oleh milyaran manusia di Timur dan Barat.

Kita berhutang budi dalam bidang kelezatan ilmu pengetahuan kepada para pengarang, seperti sastrawan, ulama, muhadditsin, mufassirin dan filosof yang dengan tekun menghabiskan usia mereka untuk menulis dan memenuhi lembaran-lembaran kertas dengan hikmah dan ilmu pengetahuan. Sementara orang lain sedang nyenyak tidur atau sedang sibuk dengan syahwat mereka. Ungkapan Az Zamakhsyari berikut ini menggambarkan apa yang mereka lakukan itu:

Aku bergadang untuk mempelajari dan meneliti ilmu pengetahuan,
lebih ni'mat bagiku
Dibandingkan bersenda gurau dan bersenang-senang
dengan wanita yang cantik
Aku bergerak kesana kemari untuk memecahkan masalah ilmu pengetahuan
Lebih enak dan lebih menarik seleraku dibandingkan hidangan yang lezat

Kita berhutang budi dalam memanfaatkan tanah negeri kita, hasilnya, dan lembaga-lembaga sosialnya, terhadap orang-orang tua kita yang telah mengolahnya dengan usaha dan jerih payah mereka, serta mereka tebus dengan darah dan arwah mereka, sehingga negeri ini sampai kepada kita dalam keadaan mulia dan bermartabat.

Kita juga berhutang budi dalam masalah aqidah dan agama kita yang kita banggakan ini, dan yang kita terus bicarakan tentang ni'mat Allah SWT kepada kita atas hidayah dan ajaran etika-Nya yang dianugerahkan kepada kita melalui agama ini, kepada generasi salaf saleh yang menanggung bermacam kesulitan dan derita dalam membawa risalah ini pada masa pertamanya, dan yang telah mengorbankan darah dan arwah mereka menghadapi musuh-musuh Islam untuk menyampaikan agama ini kepada orang-orang setelah mereka, mereka pula yang telah menghilangkan banyak rintangan yang disebarkan oleh para pencela, pengingkar dan pendusta agama ini. Para syuhada Masihiah di tiga abad pertama dari kelahiran Al Masih a.s adalah orang-orang yang telah berjasa kepada seluruh penganut Masihi yang merasakan kelezatan tunduk kepada Al Masih dan ajaran-ajarannya. Dan para syuhada Islam pada masa Rasul dan pada masa khalifah-khalifah setelah beliau, adalah orang-orang yang telah berjasa kepada seluruh umat manusia atas ni'mat Islam dan peradabannya yang abadi.

Demikianlah, kita sebagai generasi masa kini telah berhutang budi kepada generasi-genersai sebelumnya dalam seluruh apa yang kita ni'mati saat ini sebagai hasil dari pengorbanan, perjuangan dan sikap mereka yang mendahulukan kepentingan orang lain. Maka sepatutnyalah jika kita melanjutkan rangakaian pengorbanan mereka itu sehingga kita dapat menyampaikan keni'matan ini kepada generas-generasi berikutnya seperti yang telah dilakukan oleh generasi-generasi sebelum kita. Apakah generasi kita saat ini menghargai makna pengorbanan dan mendahulukan kepentingan orang lain? Apakah generasi kita berakhlak seperti ini, yang telah diperintahkan oleh syari'at Allah dan aturan-aturan akhlak?

Sebenarnya, kehidupan yang kita jalani saat ini hampir telah menghapus sisa-sisa akhlak manusiawi yang indah ini. Kemanapun Anda berjalan dan di manapun Anda perhatikan sisii-sisi kehidupan sosial kita saat ini, niscaya Anda akan menemukan egoisme yang telah mengalahkan segala hal. Anda dapati egoisme seorang Bapak yang menguasainya dalam hubungannya dengan anak-anaknya, egoisme suami/isteri yang menguasainya dalam hubungannya dengan isteri/suaminya, egoisme pemimpin yang menguasainya dalam hubungannya dengan masyarakat yang ia pimpin, egoisme orang-orang kaya dan orang berpunya yang amat tampak dalam sikap mereka terhadap orang-orang miskin, para pekerja dan para petani.

Egoisme telah menguasai seluruh elemen bangsa. Kalangan pedagang hanya mementingkan keuntungan perdagangannya, kalangan petani hanya mementingkan p ertaniannya, dan kalangan pegawai pemerintah hanya mementingkan pekerjaannya; egoisme inilah yang telah mencabut rasa percaya satu sama lain di antara masyarakat, yang memutuskan ikatan kasih sayang antar anggota keluarga, dan melemahkan ikatan kemanusiaan antar manusia. Sehingga seorang tetangga menjauh dengan tetangganya, dan seorang sahabat menghindar dari sahabatnnya, pada saat kita sedang amat membutuhkan kerjasama untuk menghadapi kesulitan-kesulitan dan problem kehidupan. Namun demikian, dalam masyarakat kita masih ada sisa-sisa sipat mementingkan orang lain yang memberikan harapan akan lenyapnya egoisme ini dalam masyarakat kita.

Yaitu mereka yang telah menyerahkan jiwa mereka untuk menjadi syahid dalam membebaskan Palestina, mereka yang telah mengorbankan arwah mereka dalam perjuangan kemerdekaan negeri kita, mereka yang telah membantu lembaga-lembaga sosial dengan dana dan usaha mereka, dam mereka yang menyediakan diri mereka sebagai pembawa obor reformasi masyarakat saat masyarakat berada dalam kealpaan mereka. Mereka itu adalah pionir-pionir pembawa semangat pengorbanan dan sipat mementingkan orang lain. Kita berharap semoga bilangan mereka itu terus bertambah secara kualitas dan kuantitas dengan berjalannya waktu.
Pembaca yang budiman!

Kita berada di bulan yang mulia, yang mengajak kepada kebaikan dan mendorong kepada sikap mementingkan orang lain. Oleh karena itu, marilah kita memperhatikan prinsip-prinsip sikap 'iitsar' mementingkan orang lain dalam aqidah kita, dan pengaruh hal itu dalam sejarah kita. Dari situ kita dalam dapat menyingkap semerbak kemanusiaan yang mulia, yang pada saat ini telah ditutupi oleh ambisi dan hawa nafsu.

Saat Rasulullah Saw dan para sahabat beliau melakukan hijrah dari Mekkah ke Madinah, beliau mempersaudarakan antara kaum mu'minin dari kalangan Muhajirin dengan kaum mu'minin dari kalangan Anshar. Yaitu dengan menjadikan bagi setiap individu dari Anshar seorang saudara dari kalangan Muhajir. Maka saudara dari kalangan Anshar itu membawa saudaranya yang berasal dari kalangan Muhajirin ke rumahnya, untuk kemudian membagi dua semua yang ia miliki dengan saudaranya dari muhajirin itu; ia membagi dua hartanya, pakaiannya, makanannya, kendaraannya, dan memperlakukannya di hadapan dirinya dan keluarganya sebagai seorang kekasih terhadap kekasihnya. Ia tidak segan-segan membantunya, dan memberikan nasihat serta uluran tangan. Sehingga kalangan muhajirin melupakannya penderitaan mereka yang telah meninggalkan kampung halamannya, keluarganya dan kekayaannya. Sehingga Al Quran mencatat fenomena iitsaar 'mementingkan orang lain' yang terpuji ini untuk dijadikan pelajaran abadi bagi generasi-generasi berikutnya. Bacalah firman Allah SWT berikut ini:

"Dan orang-orang yang telah menempati Kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung." (Al Hasyr: 9)

Allah berfirman tentang orang-orang yang mengorbankan arwah mereka dalam membela kebenaran dan kebaikan, sebagai berikut:

"Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezki." (Ali Imraan: 169.)

Dan berfirman tentang hamba-hamba-Nya yang melakukan kebaikan tidak karena tujuan mendapatkan pujian dan balasan dari orang lain, sebagai berikut:

"Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. Sesungguhnya Kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih." (Al Insaan: 8-9)

Saat Rasulullah Saw memutuskan untuk melakukan hijrah dari rumah beliau yang telah dikepung oleh kaum Musyrikin dan mereka berniat untuk membunuh beliau, tempat tidur beliau digantikan oleh anak paman beliau, Ali bin Abi Thalib r.a. Ia memilih untuk menjadi korban bagi Rasulullah Saw, dan menjadikan tubuhnya sebagai tameng hidup menghadapi pedang-pedang kalangan Musyrikin yang siap memotong tubuhnya dan menghilangkan nyawanya. Dengan begitu, ia telah rela mengorbankan dirinya bagi Rasulullah Saw pembawa hidayah bagi seluruh umat manusia.

Saat manusia mengalami derita kelaparan dan kekeringan pada masa Umar r.a., Umar hanya sempat tidur sekejap dan hanya dapat beristirahat sebentar. Seluruh perhatiannya ditujukan untuk menghilangkan bencana kelaparan itu dari rakyatnya. Usahanya itu terus membebaninya, sehingga tubuhnya berubah menjadi hitam, dan melemah. Sehingga orang yang melihat dirinya seperti itu ada yang berkata: "seandainya bencana kelaparan ini terus berlangsung beberapa bulan lagi, niscaya Umar bisa mati karena sedih dan menderita melihat penderitaan rakyatnya".

Suatu hari datang kafilah pembawa barang dari Mesir yang membawa daging, minyak samin, makanan, dan bahan pakaian, kemudian ia membagi-bagikan semua itu sendiri kepada masyarakat, dan tidak mau sedikitpun mengambil bagian. Ia kemudian berkata kepada kepala rombongan kafilah: "aku mengundangmu untuk makan dirumahku nanti". Si kepala kafilah langsung membayangkan makanan yang lezat-lezat. Karena ia menyangka bahwa makanan yang dikonsumsi oleh Amirul Mu'minin tentunya lebih baik dan lebih lezat dari makanan rakyat biasa. Maka dengan semangat ia datang ke rumah Umar, sambil menahan lapar, haus dan rasa capai. Di sana, Umar segera menyiapkan makanan baginya. Namun yang membuat sang tamu tercengang adalah ternyata makanan yang dikonsumsi oleh Amirul Mu'minin bukanlah makanan yang berupa daging, minyak saming, daging bakar maupun manis-manisan. Makanannya ternyata tak lebih dari potongan-potongan roti hitam yang kering, dengan berlauk sepiring minyak. Hal itu membuat sang tamu amat terkejut, maka ia segera bertanya kepada Umar: "mengapa engkau melarangku untuk makan bersama orang lain berupa makanan dari daging dan minyak samin, malah engkau menghidangkan kepadaku makanan yang sama sekali tidak layak dikonsumsi ini?". Umar menjawab: "Aku hanya memberikan makanan kepadamu dengan makanan yang biasa aku konsumsi". Ia kembali bertanya: "apa yang menghalangimu untuk memakanan makanan yang sama dikonsumsi oleh masyarakat, padahal engkau sendiri yang telah membagi-bagikan daging kepada masyarakat?". Umar menjawab: "aku telah berjanji kepada diriku sendiri untuk tidak memakan minyaki samin dan daging hingga kaum Muslimin seluruhnya telah kenyang dengan kedua macam makanan itu".

Alangkah hebatnya sipat iitsaar 'mementingkan orang lain' yang telah diperlihatkan oleh Umar itu bukan? Dan apakah ada bandingnya sikapnya itu di dunia ini?

Sejarah telah menceritakan kepada kita sumbangsih dan pengorbanan yang telah diberikan oleh kaum wanita Paris pada saat perang tahun tujuh puluhan (abad 19). Hingga mereka dengan suka rela menyerahkan perhiasan-perhiasan mereka untuk membantu membayar denda yang dikenakan oleh Jermah atas penduduk Paris sebagai tebusan untuk membebaskan mereka dari kepungan militer. Sikap kaum wanita Paris adalah suatu contoh yang bagus tentang pendahuluan kepentingan umum dan pengorbanan. Namun, apakah tingkat pengorbanan mereka itu mampu menyamai besarnya pengorbanan kalangan wanita kaum Muslim pada masa Rasulullah Saw, saat Rasulullah Saw mendorong mereka untuk memberikan sumbangan dan shadaqah, dan secara spontan seluruh kaum wanita mencopot segala perhiasan mereka hingga tidak tersisa sedikitpun dan mereka berikan kepada Rasulullah Saw, untuk kemudian beliau pergunakan harta tersebut bagi kepentingan kaum Muslimin. (HR. Bukhari dan Muslim)

Sumbangan pada saat perang untuk menghadapi gempuran musuh adalah suatu tindakan yang amat terpuji. Namun memberikan sumbangan pada saat damai sebagai sumbangsih bagi proyek-proyek kemaslahatan umum sambil mengharapkan balasan Allah SWT adalah suatu tindakan yang lebih terpuji lagi. Tidak aneh jika jasa kaum wanita kita yang mendermakan perhiasan-perhiasan mereka pada saat damai, adalah lebih abadi dan lebih terpuji dari tindakan wanita Paris yang telah mendermakan perhiasan mereka pada saat perang.
Para pembaca yang budiman

Di antara wanita kita yang saleh, adalah wanita ahli ibadah yang dikenal dalam sejarah dengan nama Rabi'ah 'Adawiah. Di antara untaian kalimat munajatnya kepada Allah SWT yang ia lantunkan dalam ibadahnya adalah kalimat-kalimat yang abadi ini:

"Ya Allah, aku beribadah kepada-Mu bukan karena takut terhadap api neraka-Mu, juga bukan karena mengharapkan surga-Mu. Namun hal itu aku lakukan karena memang Engkau berhak untuk disembah". Dan ia sering menyenandungkan sya'ir ini:

Aku mencintai-Mu dengan dua cinta: cinta hawa nafsu
Dan cinta karena Engkau memang layak untuk dicintai

Lantas, mengapa kita tidak dapat mencapai ketinggian jiwa dan keagungan sikap mementingkan orang serta pengorbanan seperti yang dicapai oleh Rabi'ah 'Adawiyah; yaitu kita mengerjakan kebaikan semata karena hal itu baik, dan untuk kepentingan umum manusia, dengan tidak mengharapkan pujian dan balasan dari mereka, namun hal itu kita lakukan semata karena Allah SWT?. Mengapa kita tidak melakukan kebaikan bagi saudara-saudara kita, tetangga-tetangga kita dan manusia seluruhnya, kita mengingat kebutuhan mereka sebelum kebutuhan kita, dan kepentingan mereka sebelum kepentingan kita, tanpa menunggu bayaran dan balasan?

Wahai manusia, ingatlah selalu firman Allah SWT berikut ini:

"Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. Sesungguhnya Kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih." (Al Insaan: 8-9)
Diposting oleh uul_fahrian di 22:54 0 komentar Link ke posting ini
Islam adalah Kerinduanku

Hidayah tidak selalu datang pada hati yang telah “siap”. Tidak jarang seorang yang telah tertarik dengan Islam, akan berusaha menjalankan segala yang diperintahkan oleh agama Islam. Namun, aku merupakan kasus lain, aku benar-benar ikhlas menerima Islam sebagai tuntunan hidup setelah kira-kira tujuh tahun.

Setelah bermimpi berada di masjid dan mengenakan mukena serta didoakan oleh seorang ustadz, saat i’tikaf untuk pertama kali dalam hidupku, aku semakin mantap untuk membaca dua kalimat syahadat, sebagai wujud keseriusan aku memilih Islam sebagai tuntunan hidup dan secara ikhlas bersumpah berusaha kuat menjalankan segala perintah-Nya. Di dalam keluarga, aku adalah anak pertama adari tiga bersaudara. Dari pihak ibu, Eyang putri dan Eyang kakung berasal dari Solo dan Sedayu. Sedangkan dari pihak Ayah, nenek adalah asli orang Makassar tepatnya Tanah Toraja. Eyang buyut dari pihak nenek, adalah salah satu pemangku adat dan pendeta di daerahnya.

Dulu aku adalah penganut Katholik yang taat. Aku menempuh pendidikan formal mulai TK-SMU di sekolah swasta yang notabene milik yayasan Katholik. Saya mengenyam pendidikan formal di TK Santo Yoseph, SMP Katholik Puteri (sekarang ganti nama menjadi SMP Katholik Santa Maria, dan SMUK Santo Augustinus).

Awal ketertarikanku dengan Islam hanya kerena dua kata - mesti inti dari semua ketertarikanku pada Islam adalah karena aku sendiri tidak memahami adanya “Doktrin Trinitas” dalam keyakinan lama yang aku anut - yaitu Iri dan Logis.

Di sini aku tegaskan, aku memaparkan penjelasan ini untuk mendiskreditkan ajaran-agama lain. Dalam hal ini aku berbicara karena kapasitasku hanyalah muallaf yang benar-benar tertarik pada Islam karena akhirnya saya benar-benar memilih Islam sebagai tuntunan hidupku.

Aku Iri dengan Islam

Pertama, dalam agamaku yang dulu dikenal dengan adanya dosa turunan. Dalam keyakinanku yang lama, setiap bayi yang dilahirkan ke bumi telah membawa dosa , hal tersebut dikarenakan dulu manusia petama, Nabi Adam, telah berbuat dosa yang mengakibatkannya diusir dari surga oleh Tuhan dan dosa itu ikut ditanggung oleh anak keturunannya sampai sekarang. Dulu timbul pertanyaan dalam diriku “Tidak adil sekali, orang nggak ikut berbuat dosa masa menanggung akibatnya? Bukankah Tuhan itu Maha Adil??.

Kedua, ada semacam statement “Jika masuk Islam maka akan mendapat pahala”. Waktu itu aku berpikir, “Wah asyik sekali, begitu masuk Islam aku mendapat pahala, mau sekali!”.

Ketika, ketika saya melihat acara ‘Ied di televisi, aku merasakan suatu yang -dalam bahasaku menakjubkan- berbeda. Waktu aku menganut keyakinan Katholik, aku belum pernah merasakan ketika bersembahyang aku menitikkan air mata. Pertanyaanku, mengapa mereka bisa meneteskan air mata seperti itu? Apa karena dosa-dosa mereka? Atau karena rindu bertemu Tuhannya? Atau hal lain? Untuk yang pertama, aku yakin semua manusia tidak pernah luput dari dosa. Tapi dulu aku merasa telah melaksanakan ajaran agama Katholik yang disebut dengan 10 Perintah Allah. Aku rajin ke Gereja, selalu patuh pada orang tua dan saudara-sudaraku yang lebih tua, rajin datang ke sekolah minggu, rajin ikut kegiatan sosial, rajin pergi ke Panti Wreda (Panji Jompo milik Yayasan Katholik, milik Yayasan Santo Yoseph, tempat dimana aku mengenyam pendidikan TK-SD). Jadi, waktu itu tidak ada alasan yang membuatku untuk menangis hanya karena dosa, karena aku merasa tidak pernah melakukan apa-apa yang dilarang oleh Tuhan. Jika karena alasan yang kedua, rindu apada Tuhannya. Bagaimana aku bisa menangis, aku saja belum tahu pasti siapa Tuhanku. Apakah Tuhanku itu Allah Bapa? atau Yesus? atau Roh Kudus? Aku memang benar-benar belum tahu pasti siapa Tuhanku.

Islam adalah Logis

Pertama, menurut pendapatku, Islam adalah satu-satunya agama yang secara jelas memberikan konsep ketuhanan. Setelah mengenal Islam, aku semakin tahu siapa tuhanku. Kedua, aku dulu memang belum pernah melihat seperti apa kitab suci teman saya yang beragama Hindu dan Budha tapi saya membandingkan kitab suci keyakinan saya dulu dengan kitab suci umat Islam, Al-Qur’an.

“Mengapa kitab suci umat Islam dimanapun berada, dari dulu sampai sekarang tetap menggunakan Bahsa Arab, beda sekali dengan punyaku, jangankan lain negara, untuk satu kota saja sudah berbeda bahasa, bukankah hal tersebut justru rawan untuk diselewengkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab?”.

Saat berproses dalam bangku kuliah, saya menemukan teman-teman yang menyenangkan. Di hadapan mereka, aku mengaku beragama Islam (padahal dalam kenyataan saya memang belum bisa memutuskan apakah aku tetap menganut keyakinanku yang lama atau pindah ke Islam). Saat mengikuti kajian tentang keislaman atau mengaji bersama aku terpaksa memakai jilbab hanya karena merasa sungkan, malu, karena mereka semua memakai jilbab.

Saat mulai kuliah, aku memutuskan untuk tidak pernah kembali pada keyakinan saya yang lama, dan akan mengikuti tata cara peribadatan yang dilakukan oleh umat Islam. Semua ini aku lakukan hanya karena aku tidak ingin dikatakan sebagai orang yang tidak beragama. Aku shalat bukan karena Allah ta’ala, tapi karena manusia, Aku melaksanakan shalat hanya sekadar aktifitas yang memang diwajibkan, kalau mood shalat kalau tidak mood ya tidak.

Setelah menyelesaikan kuliah, aku mengikuti kursus Bahasa Inggris di salah satu daerah di kotaku. Setiap kursusan yang ada mewajibkan setiap muslimah untuk memakai jilbab, dan inilah yang membuatku berat, “Waduh.. pakai jilbab nih, mana mungkin!!”, inilah yang terlintas dalam benakku. Akhirnya aku terpaksa memakai jilbab daripada nggak boleh ikut kursus. Aku memakai jilbab hanya waktu kursus, ketika beraktifitas di luar kursus aku lepas jilbabku.

Hidayah Allah Ta’ala mulai menyentuh diriku setelah aku selesai mengikuti kursus Bahsa Inggris di kotaku. Saat itu tanggal 13 September 2006, pukul 12.15 WIB aku dihubungi seseorang yang mengatakan bahwa aku diterima sebagai guru Bahasa Inggris di salah satu English Course, senang sekali aku saat itu. Malam harinya aku berdoa dan tidak lupa bersyukur atas karunia-Nya. Saat tidur aku bermimpi aku brada dalam masjid, mengenakan mukena, dan dihadapanku ada (mungkin) imam masjid engan pakaian putih yang sedang mendoakan saya. Ketika bangun di pagi harinya aku terkejut, jujur seumur hidup aku baru bermimpi masjid dan mengenakan mukena. Aku baru teringat bahwa dua bulan yang lalu pernah membaca buku masalah i’tikaf. Aku mencoba menganalisa mimpiku,

“Oh mungkin mimpi saya waktu itu artinya aku sedang beri’tikaf, tapi kok ada seorang imam masjid yang mendo’akanku?”

Akhirnya, aku putuskan untuk menolak lamaran sebagai guru Bahasa Inggris tersebut - saat itu aku berpikir, jika aku terima tawarkan tersebut, di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan ku pasti tidak bisa pergi ke Surabaya untuk i’tikaf bersama saudaraku. Memang, saat itu hatiku sudah mantap untuk i’tikaf, kerinduanku untuk segera berada dalam masjid seolah-olah begitu membuncah.

Akhirnya, hari yang aku tunggu datang juga. Aku bersama Saudara i’tikaf di Masjid daerah Gayungsari. Saya merasakan kenikmatan yang luar biasa, aku merasa dekat dengan Rabbku. Tepat di malam ke 27 aku bermimpi lagi seperti mimpi saya pada tanggal 13 September kemaren.

Setelah kejadian tersebut hati aku merasa mantap untuk mengucap dua kalimat syahadat dengan penuh keikhlasan, aku bersumpah akan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Dengan berjalannya waktu, aku mencoba menghubungi teman, dan mengutarakan niatku. Aku sangat senang ternyata temanku mau membantuku dan mencarikan kau seorang ustadz. Tetap tanggal 17 Desember 2006 pukul 07.15 bertempat di Masjid Baiturrahman, Kediri, seorang imam masjid, ustadz, dan hakim Pengadilan Agama di kotaku, Ustadz Abdurrahman membimbingku untuk membaca dua kalimat Syahadat dan mendoakan saya yang diamini oleh puluhan jama’ah yang berada dalam masjid tersebut.

Aku tidak bisa menahan air mataku yang terus meleleh , aku tidak peduli dengan keadaanku saat itu. Aku merasa sangat bersyukur atas karunia-Nya, ternyata aku bisa menahan hatiku untuk kembali pada keyakinanku dan mantap untuk mengucap dua kalimat syahadat di hadapan ustadz dan puluhan jama’ah sebagai wujud keseriusanku menerima Islam sebagai tuntunan hidupku. Sampai tulisan ini aku buat, ibu dan adikku masih menganut Katholik, namun aku tidak berhenti berdoa agar mereka mendapatkan hidayah sepertiku. (ESI).